Senin, 07 Maret 2011

MENEROPONGI KEBIJAKAN DEFENDING AUSTRALIA IN THE ASIA PACIFIC CENTURY : FORCE 2030 -Defence White Paper, Australian Government -

PENDAHULUAN

Abad 21, saat dunia telah mengalami transformasi komunikasi, transportasi serta informasi yang begitu cepat, dengan keterlibatan bebagai lapisan actor, baik state actors maupun non state actors yang saling berinteraksi satu dengan lainnya, serta adanya hubungan saling ketergantungan antar aktor. Hal ini menyebabkan keadaan yang anarkis, karena batasan kepentingan menjadi tidak jelas dan terjadi benturan kepentingan dari berbagai aktor.

Perubahan yang drastis di dunia menuntut state actor atau aktor negara harus beradaptasi agar tetap eksis dalam politik internasional, serta mampu mempertahankan power dan pengaruhnya di dunia yang tidak lagi unipolar.

Hal ini pula yang dilakukan oleh Australia sebagai aktor negara. Melalui buku putih pertahanannya Australia berusaha untuk menegaskan kepentingan nasionalnya dalam politik internasional, serta berbagi apa yang Australia lakukan sebagai salah satu bentuk keterbukaan melalui publikasi buku putih pertahanannya.

Isu pertahanan merupakan hal alami, karena Negara bangsa teridiri dari kumpulan manusia yang secara alami terbentuk melalui kompetisi. Sehingga individu yang menyatukan diri dalam Negara bangsa ini akan berusaha untuk mempertahankan diri dari hal-hal yang mengancamnya. Isu pertahanan juga merupakan hal yang rumit dan telah terjadi dalam jangka waktu yang lama, seiring dengan adanya kehiudupan di muka bumi.

Telebih, dalam mempertahankan negaranya, pemerintah Australia melihat bahwa sejak tahun 2009 ke belakang, dunia telah mengalami perubahan yang signifikan, sehingga Australia perlu memperkuat fondasi pertahanannya agar lebih solid dengan memanfaatkan berbagai kesempatan yang ada saat ini, serta melakukan pertimbangan keuangan, sehingga mampu untuk bersaing dengan angkatan berenjata lain, baik berupa aktor negara maupun bersaing dengan non-state actors atau aktor non-negara dalam menghadapi tantangan yang mengancam kepentingan nasional Australia, juga yang mengancam aliansinya.

PEMBAHASAN

Ulasan Singkat Rencana Pertahanan Pemerintah Australia

Buku putih pertahanan Australia menjelaskan apa saja rencana ke depan yang akan pemerintah Australia lakukan dalam upaya memperkuat fondasi pertahanan Australia. Dalam hal ini, pemerintah Australia menyadari pentingnya peran angkatan bersenjata yang terpercaya. Sudah menjadi kebijakan pemerintah Australia untuk menempatkan Australian Defence Force (ADF) sebagai aktor utama yang berperan untuk melawan kekuatan bersenjata lain.

Pemerintah Australia berorientasi hingga tahun 2030 dalam buku pertahanantahun 2009 ini dan melakukan berbagai prediksi pertahanan sebagai salah satu bentuk tanggungjawab sebagai negara persemakmuran. Di masa depan, Australia akan membuat buku putih pertahanan dengan rentang waktu yang tidak terlalu lama per sepuluh tahun (satu decade) lagi, mengingat banyak dan cepatnya perubahan yang terjadi di dunia, serta sebagai bahanm pertimbangan risiko strategis, dan juga untuk menghemat sumber daya yang dimiliki Australia.

Ada beberapa kepentingan utama Australia dalam bidang pertahanan. Pertama, yaitu untuk melawan penyerbuan bersenjata langsung dari negara lain maupun dari aktor non-negara, terutama yang memiliki Weapon Mass Destruction (WMD atau senjata pemusnah masal). Kedua, yaitu kepentingan strategis dengan negara tetangganya seperti Indonesia, Timor Leste, Papua Nugini, Selandia Baru, dan negara-negara di wilayah Pasifik Selatan lain, mereka tidak dianggap sebagai ancaman karena dari negara-negara tersebut tidak ada yang unggul secara militer, tetapi menjadi tantangan bagi kontrol pertahanan laut dan udara Australia.

Kepentingan ketiga Australia yaitu untuk menghadirkan kestabilan di wilayah Asia Pasifik, mulai dari Asia Utara hingga Samudera Hindia Timur. Kepentingan keempat yaitu, pada wilayah Asia Tenggara, dimana negara-negara itu bersatu melalui organisasi regional sehingga dianggap dapat mengurangi risiko ancaman, lalu kepentingan terakhir yaitu untuk berkontribusi dalam berbagai urusan internasional, terutama yang menyangkut masalah teroris, WMD, sumber daya dan perubahan iklim.

Pemerintah Australia telah memutuskan bahwa kemandirian atau berdiri di atas kaki sendiri merupakan prinsip dasar bagi pertahanan langsung Australia, dengan kepentingan strategis yang unik, tetapi dengan kapasitas untuk melakukan lebih jika dibutuhkan, dalam sumber daya yang terbatas dan berbagi kepentingan dengan aktor lainnya, sehingga Australia selain menjalin hubungan pertahanan secara internasional juga memiliki aliansi.

Kapasitas minimum yang harus dimiliki oleh Australia dalam hal kekuatan militer dan kebijakan pollitik, yaitu bertindak secara independen, karena Australia memiliki kepentingan strategis yang unik dan dipercaya mampu untuk melawan kekuatan asing manapun, lalu memimpin koalisi militer untuk melengkapi keterbatasan kapasitas dari hubungan militer yang dibentuknya dengan aktor lain, serta dapat menjalin kontribusi dalam koalisi militer, untuk membagi kepentingan strategis dan menerima beban bersama untuk mengamankan kepentingan strategis tadi.

Tugas utama ADF adalah untuk menghalangi dan mengalahkan serangan bersenjata bagi Australia, berkontribusi dalam menjaga stabilitas dan keamanan di Selatan Pasifik dan Timor Timur, berkontribusi dalam gabungan militer Asia Pasifik dan dipersiapkan untuk berkontribusi dalam gabungan militer di seluruh dunia.

ADF tentu membutuhkan kekuatan ekstra untuk melaksanakan tugas tersebut pada beberapa area. Dibutuhkan persenjataan bawah laut, anti-submarine warfare (AWF), penangkal perang permukaan laut, pengawasan dan pengintaian intelijen (ISR) dan kapasitas bagi perang dunia maya. Peningkatan kapabilitas maritim menjadi fokus pengembangan hingga tahun 2030. Tetapi pemerintah juga mengupayakan pengembangan kekuatan udara, kendaraan militer, perbaikan fasilitas dan infrastruktur melalui Program reformasi strategis.

Program reformasi strategis akan membuat efisiensi dan efektivitas bagi perkembangan pertahanan Australia, sehingga dapat menghemat sekitar 20 Milyar dolar yang surplus dananya akan dialokasikan dan diinvestasikan bagi pengembangan pertahanan selanjutnya.

Tinjauan Konseptual Kebijakan Australia dalam Buku Putih Pertahanan Australia 2009

Menurut Charles W. Kigley dan Eugene R.Wittkop[1], perspektif neorealis memandang bahwa, pertarungan posisi dan kekuasaan yang dialami oleh negara berlangsung dalam sistem yang anarkis, di mana keseimbangan teror, kesiapan dan penangkalan militer merupakan pendekatan yang dilakukan oleh negara.

Prospek global dipandang secara pesimis, karena merupakan hal yang berlangsung dengan motif untuk memperoleh kekuasaan, prestise dan keuntungan relatif dibandingkan dengan negara lain, sehingga negara melakukan berbagai pilihan rasional, dalam kebijakan luar negerinya[2].

Perspektif neo-realis sejalan dengan apa yang Australia sampaikan melalui buku putih pertahanannya. Beberapa kali disebutkan bahwa masa depan dunia tidak pasti, menuntut terjadinya beberapa pertimbangan yang harus negara lakukan, seperti antisipasi terjadinya apa yang disebut Clautsewitz sebagai friction of war, yakni pertimbangan yang tidak dapat dihitung secara matematis dalam keadaan perang, tetapi jika dilihat dalam konteks ke kinian, pertimbangan semacam ini juga sangat penting, sehingga Australia melakukan perimbangan teror dengan jalinan aliansi dengan Amerika Serikat, ANZUS (Australia, New Zealand, US) sejak tahun 1951, dan NATO (North Atlantic Treaty Organization) dan United Kingdom.

Sebagai bentuk perhitungan rasional, selain Australia meningkatkan kapabilitas militernya untuk menangkal dan berperang, Australia juga meningkatkan hubungan dengan beberapa negara potensial yang telah, sedang dan akan dirangkul sebagai rekan kerjasama pertahanan seperti Jepang, Korea Selatan, India, Indonesia, Five Power Defence Arrangements (dengan Singapura, Malaysia, Selandia Baru dan Inggris), Vietnam dan Kamboja sebagai negara sosialis, Philipina dan Thailand dalam isu terorisme, Timor Timur, Papua Nugini, negara-negara Pasifik Selatan lain, tak ketinggalan kawasan Timur tengah dan Afrika.

Barry Buzan menyatakan bahwa kemananan diperlukan untuk mempertahankan kelangsungan hidup suatu negara. Keamanan memiliki lima dimensi berupa keamanan militer, politik, ekonomi, sosial dan lingkungan[3]. Keamanan militer dalam buku putih pertahanan Australia dinyatakan melalui perkembangan angkatan laut, darat dan udaranya.\

Keamanan politik, secara domestik bagi Australia juga dipengaruhi keamanan ekonomi, karena krisis ekonomi global yang terjadi pada tahun 2008 ikut memberikan dampak bagi perekonomian Australia, sehingga anggaran pertahanannya juga terkena imbas dan kepercayaan masyrakat Australia kepada pemerintahan harus dipertahankan dalam keadaam demikian. Keamanan sosial menyangkut masalah penyelundupan manusia, narkotika, juga isu kemanusiaan. Keamananan lingkungan menyangkut ancama pemanasan global, yang sempat dirasakan Australia saat terjadi kebakaran hebat tahun 2008.

Disamping itu, K.J Holsti juga menyatakan bahwa kebijakan luar negeri merupakan tindakan atau gagasan yang dirancang oleh pembuat kebijakan untuk memecahkan masalah atau mempromosikan suatu perubahan dalam lingkungan melalui kebijakan, sikap atau tindakan negara lain, baik dalam hal militer, ekonomi, energi, tekhnik, lingkungan budaya juga kemanusiaan[4]. Hal ini juga sejalan dengan reaksi Australia, di mana Australia mengirimkan pasukan militernya di wilayah Afghanistan yang dianggap berpengaruh terhadap persebaran teroris internasional dan bertanggungjawab akan hilangnya nyawa masyarakat Australia yang menjadi korban pengeboman di beberapa wilayah dunia seperti Indonesia (Bali dan Jakarta), London di Inggris, Madrid di Spanyol, dan Mumbai di India.

Dalam memandang konsep regionalisme, Australia melihat wilayah Asia Pasifik sebagai potensi luar yang menuntut adanya tindakan dari dalam negeri Australia atau yang dikenal dengan pentingnya “outside-in minded[5] dalam membentuk kerjasama institusionl yang hanya berdasarkan kepentingan nasional saja

Hubungan Pertahanan Australia di Asia Pasifik

Bagi Australia, wilayah Asia Pasifik termasuk penting, hal ini ditandai dengan beberapa indikator, seperti dari sampul dan judul buku putih pertahanannya yang berbunyi “Defending Australia in The Asi Pacific Century: Force 2030” serta dicantumkannya pembahasan khusus mengenai wilayah Asia Pasifik.

Misalnya, dalam bagian 4 buku putih pertahanan Australia 2009 yang membahas mengenai lingkungan strategis Asia Pasifik dan masa depan kapabilitas militer di wilayah Asia Pasifik, lalu pada bagian 5, mengenai stablitas strategis di wilayah Asia Pasifik, pada bagian 7 mengenai kontribusi militer Australia di wilayah Asia Pasifik serta pada bagian 11 mengenai wilayah Asia Pasifik yang lebih luas dalam hal menjalin hubungan pertahanan dengan Australia.

Kepentingan Australia di wilayah Asia Pasifik tidak terlepas dari kepentingan Amerika Serikat-aliansinya. Australia memiliki ketergantungan dengan Amerika Serikat sejak lebih dari lima puluh tahun lalu. Di mana saat ini, AS dan Australia baru memperbaharui kerjasama mereka melalui Enhanced Defence Cooperation 2007, lalu Satellite Partnership 2008 juga kerjasama mulai dari masalah tekhnis, peralatan, misil, angkasa, tekhnologi, hingga misi dan penelitian yang mencakup berbagai bidang, termasuk sosial seperti isu kemanusiaan dan bidang lingkungan seperti isu bencana alam dan pemanasan global.

Australia menganggap AS sebagai peran utama bagi stabilitas dunia, khususnya di wilayah Asia Pasifik (halaman 30 buku putih pertahanan Australia 2009), dan pasca perang dunia II, Australia tidak memiliki alternatif pilihan ekonomi dan politik selain nilai liberal dalam ekonomi dan demokrasi dalam bidang politik.

Secara historis geografis, wilayah Australia merupakan wilayah yang aman dan stabil, di sampaing negara yang kaya juga makmur. Sehingga Australia mampu berkontribusi dalam berbagai upaya penanganan bencana alam, seperti Tsunami di Aceh Indonesi tahun 2006, gempa bumi tahun 2005 di Pakistan, banjir di Papua Nugini tahun 2007, serta memberikan bantuan kemanusiaan lainnya.

AS dilihat lebih penting daripada beberapa negara tetangga Australia, hal ini dilihat dari prioritas pencantuman nama AS serta banyaknya jalinan kerjasama kedua negara. Dengan kapabilitas dan hegemoni AS, Australia secara tidak langsung telah memastikan kelancaran proses hegemoni AS di wilayah Asia Pasifik. Keberadaan AS diharapkan mampu merangkul dan membantu menangani masalah-masalah di Asia Pasifik khususnya.

Australia melakukan pendekatan dengan negara-negara di Asia tenggara karena wilayah Asia Tenggara lebih dekat dengan India dan China yang dianggap mampu menjadi kekuatan dunia selanjutnya dan menyaingi AS, sehingga bentuk perimbangan kekuatannya yaitu dengan menjalin kerjasama dengan negara-negara Asia Tenggara.

Sayangnya, pemerintah Australia sama sekali tidak menyebut Association of Southeast Asia Nations (ASEAN) dalam buku putih pertahanannya sebagai rezim strategis di wilayah Asia Tenggara yang dapat dirangkulnya dengan efisien, Australia hanya menjabarkan kerjasama bilateralnya dengan beberapa negara-negara anggota ASEAN saja, padahal Australia kini telah menjalin kerjasama dengan ASEAN.

Dalam melihat negara-negara tetangganya, Australia menganggap bahwa permasalahan yang sering terjadi di negara-negara tetangganya diantaranya yaitu terorisme, pemberontakan, kekerasan komunal, dan kelompok Islamis fundamentalis, kemanusiaan melalui pendidikan, kesehatan dan pemberantasan kelaparan, penyebaran nilai demokrasi, pendampingan keamanan serta potensi ekonomi, dan Australia akan berupaya untuk membantu jika hal ini sejalan dengan aturan PBB.

Australia juga berkepentingan untuk mencegah terjadinya konflik di wilayah Asia Pasifik sehingga secara militer jika ada aliansi dan rekan Australia yang mengalami masalah, maka Australia akan turun membantu. Kekuatan ADF yang akan Astralia terjunkan untuk membantu diantaranya yaitu keuatan permukaan laut, kekuatan khusus, dan kekuatan udara.

Beberapa Kelemahan pada Kebijakan dalam Buku Putih Pertahanan Australia 2009

Dalam menjalankan suatu aksi atau interaksi dalam politik internasional, idealnya, suatu Negara memiliki nilai-nilai nasional yang diusung sebagai pegangan awal sebelum berpartisipasi dalam politik internasional. Akan tetapi dalam buku putih pertahanan Australia ini, hanya menyebutkan aturan main yang Australia pegang hanya berdasarkan Piagam Perserikatn Bangsa-bangsa (PBB) dan prinsip PBB “bertanggungjawab untuk melindungi” dalam upaya menciptakan kemanan global.

Sehingga peran Australia secara tidak langsung telah dibatasi sesuai dengan batasan PBB, dan tujuan untuk berperan dalam stabilitas dunia pun tergangung pada aturan PBB. Padahal, salah satu prinsip yang Australia cantumkan pada buku putih pertahannannya adalah act independently, yang jika diartikan lebih mengarah kepada “bebas menentukan tindakan” daripada bersikap mandiri.

Terkait dengan masalah kemandirian, pada bagian 6 poin 17 buku putih pertahanan Australia 2009 menyangkut kebijakan pertahanan Australia, dinyatakan bahwa pemerintah Australia telah memutuskan prinsip berdiri di atas kaki sendiri merupakan prinsip pertahanan langsung Australia.

Sedangkan, Australia pada bagian 11 buku putih pertahanannya juga menyebutkan bahwa Australia menjalin aliansi dengan Amerika Serikat. Pada bagian lain Austraia beberapa kali menyebutkan peran Amerika Serikat sebagai kekuatan tunggal yang telah berlangsung lama sangatlah penting dalam menjaga stabilitas dunia. Ini menjadi bukti bahwa Australia tidak mandiri dalam membangun pertahanannya dan memilih Amerika Serikat sebagai tameng utama.

Dalam pembahasan WMD, Australia menyebutkan ancaman dari actor non-negara seperti teroris, mereka juga menyebutkan senjata yang berpotensi menjdi WMD yaitu senjata biologis, kimiawi dan radiologis. Sedangkan, Australia yang nenyatakan bahwa belum menjadikan proritas pengembangan WMD dalam pertahanannya (halaman 86 buku putih pertahanan), dan hanya memaparkan pengembangan nuklirnya akan nuklir disokong oleh Amerika Serikat, tetapi tidak menjabarkan WMD lain yang juga disokong oleh Amerika Serikat, meskipun memang tidak benar-benar ada, tetapi ini menimbulkan kecurigaan, mengapa Australia begitu khawatir dengan pengembangan WMD yang kompleks sedangkan dari domestiknya sendiri tidak terbuka menyatakan bahwa tidak melakukan pengembangan WMD lain.

Sejak buku putih pertahanan tahun 2009 diluncurkan, pemerintah Australia telah mengalokasikan dana khusus untuk pembuatan buku putih pertahanan yang ke depannya mampu dibuat dalam rentang waktu yang lebih singkat, yakni lima tahun saja.

Dalam Bab 18, yang membahas anggaran pertahanan Australia di masa depan, sayangnya Australia tidak begitu transparan secara international, meskipun secara nasional anggaran pertahanan ini diaudit secara independen oleh George Pappa dan Astralia juga mencantumkan transparansi sebagai bagian dalam rencana pertahanan (halaman 19).

Anggaran yang dicantumkan hanya pada tahun 2017-2018 yang akan dinaikkan 3 persen dari anggaran sebelumnya, dan pada tahun 2018, 2019 hingga tahun 2030, anggarannya diprediksikan hanya meningkat 2.2 persen saja. Artinya ada penurunan biaya anggaran hingga tahun 2030 (halaman 137 buku putih pertahanan Australia 2009).

Akan tetapi, penurunan tersebut tidak mencantumkan jumlah dan nilai perkiraan. Hal ini di satu sisi sebagai bentuk privasi rumah tangga Australia, namun mengingat bahwa pemerintah Australia melakukan efisiensi biaya dalam anggaran pertahanannya dan kelebihnannya akan dialokasikan untuk tahun selanjutnya, maka dan anggaran yang menurun tadi dapat diisi dengan surplus anggaran aebelumnya, dan sama saja anggran pertahan Australia tidak mengalami penurunan yang signifikan.

Ketidak transparanan juga terlihat dari tahun anggaran yang digunakan tidak menyebutkan tahun 2010 hingga tahun 2016, padahal yang akan menjadi pertimbangan aktor lain dalam melihat perkembangan dan kepentingan Australia, tentu berdasarkan anggaran yang Australia keluarkan untuk pertahanannya, dalam jangka waktu dekat, bukan hanya beberapa tahun ke depan saja.

Australia menyatakan menganut dan sejalan dengan nilai-nilai liberal dan demokrasi, , tetapi nyatanya jika dianalisa dalam buku putih dalam hal pertahanan dan keamanan negara, Australia menjalankan nilai-nilai neo-realis yang tidak terucapkan secara langsung. Ucapan mendukung liberal dan demokrasi terkait hubungannya dengan AS, hanya menegaskan bahwa ada kerjasama yang dijalin Australia dengan AS melalui adopsi nilai-nilai, tetapi pelaksanaannya ditentukan kembali pada sejauh mana Australia ingin mengadospi nilai-nilai tersebut yang patut diingat bahwa AS sebagai pelopor ekonomi liberal baru-baru ini mengalami krisis ekonomii, juga Australia secara jelas mengatakan bahwa kepentingan strategis mereka adalah kepentingan yang unik, singkatnya dapat diartikan kerjasma AS-Australia berlangsung karena ada kepentingan tertentu.

Secara teknis, kesalahan cetak yang terjadi pada halaman 16 dan 48 menunjukkan bahwa terdapat kepentingan lain yang Australia sembunyikan, dengan asumsi bahwa penegasan peran Australia di Aceh hanya untuk menanggapi bencana Tsunami Samudera Hindia, sedangkan di Aceh juga sedang terjadi masalah separatisme. Lalu kata ‘dengan’ yang diganti dengan kata “tanpa’ pada bagian 6.19 menyatakan kesalahan yang cukup fatal.

Lalu, seharusnya dicantumkan daftar singkatan. Sehingga pembaca awam lebih mudah untuk mengerti maksud yang akan dibahas, tidak bingung dan tidak perlu mencari di halaman sebelumnya yang dapat membuang waktu karena buku putih pertahanan Australia tidak tipis. Misalnya singkatan FPDA (Five Power Defence Arrangement) yang tidak disebutkan singkatannya pada bagian 11.24 beberapa singkatan lain yang tiba-tiba muncul seperti JORN, JSF, DSTO, dan EW.

PENUTUP

Pembahasan mengenai isu pertahanan dan keamanan merupakan hal yang rumit dan membutuhkan perhitungan, bukan hanya matematis tetapi juga prediksi akan masa yang akan datang. Melalui buku putih pertahanannya, Asutralia mencoba membuka akses bagi siapapun yang ingin melihat, menganalisa dan mengetahui cara pandang Australia hingga tahun 2030.

Sebagai aktor negara bangsa yang harus mempertahankan kelangsungan hidup dan eksistensinya, tentu Ausralia menjalin kerjasama internasional dengan mempertimbangan kepentingan nasional, guna memperoleh power, meningkatkan kapabilitas serta memperluas pengaruh, di wilayah Asia Pasifik khususnya dan dunia umumnya.

Sebagai negara bangsa, tentu Australia membutuhkan kerjasama dengan aktor lain terlebih era globalisasi telah menuntut keadaan untuk membuka diri dengan aktor lainnya. Perkembangan militer Australia-ADF hingga tahun 2030 sebagai bentuk antisipasi Asutralia akan potensi wilayah Asia Pasifik yang dianggap akan mengalami kebangkitan, baik secara ekonomi, sosial dan militer.

Kerahasiaan negara tentu Australia jaga melalui data-data pada buku putih pertahanannya yang tidak secara detail menggambarkan bentuk kerjasama Australia dengan aktor lainnya, juga belum terbuka sepenuhnya secara anggaran. Setidaknya Australia memiliki buku putih yang telah dipublikasi guna memenuhi kebutuhan informasi bagi yang ingin mengetahuinya, adapun realiasi dan fakta yang Australia jalani adalah berdasarkan keputusan domestik Australia sendiri dengan kepentingan strategis uniknya.



[1] Jemandu, Alexius, “Politik Global dalam Teori dan Praktik”. Yogyakarta : Graha Ilmu, 2008.

[2] Ibid.

[3] Buzan, Barry.1991. People, States, and Fear: An Agenda for International Sequrity Studies in the Post-Cold War Era. Hempstead: Harvester Wheatsheaf.

[4] Ayu Rindu. Syarifah Ida Farida. Laporan Hasil Penelitian Universitas Al Azhar Indonesia-Perkembangan Politik Luar Negeri Indonesia Era Reformasi. Jakarta, 2009.

[5] Hurrell, Andrew.1995. Regionalisme in Theoretical Perspective. New York : Oxford University Press., hlm 53

0 komentar: