Senin, 07 Maret 2011

Peran Initiative of Change ( IofC ) : Tantangan dan Prospek dalam Dunia Global

BAB I

PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang

Tatanan sosial dunia dibentuk seiring dengan keberadaan kehidupan manusia di bumi ini. Semakin berkembangnya peradaban manusia, maka usaha untuk menciptakan tatanan sosial yang lebih baik akan dilakukan, salah satunya dengan berinteraksi secara ekonomi maupun politik dan menciptakan peraturan untuk menertibkan dunia, salah satunya dengan mendirikan negara bangsa.

Akan tetapi, negara bangsa yang dikuasai oleh sekelompok golongan yang agresif dan militeristik tidak serta merta mepmperbaiki keadaan dunia. Di mana pasca berdirinya negara-negara bangsa, justru terjadi peperangan yang merugikan secara materi, psikologis dan menghilangkan nyawa manusia. Sehingga peran actor non negara meningkat untuk memperjuangkan kepentingan dan pembebasan diri dari berbagai masalah di dunia yang tidak ditangani negara maupun yang tidak efektif diselesaikan oleh negara.

Perubahan kekuatan untuk menyelesaikan masalah itu disebut Jessica Matthews sebagai “power shift”(1997: 55-56) saat organisasi non pemerintah melakukan perubahan dalam agenda mereka untuk memperbaki tatanan dunia.

Salah satu aktor non-negara yang memiliki peran penting paska peperangan khususnya perang Dunia I, yaitu aktor yang bergerak dalam moral re-armarment yang saat ini dikenal sebagai Initiative of Change (IofC).

I.2 Identifikasi Masalah

Peningkatan korban perang, misalnya dalam Perang Dunia II yang menewaskan 50 juta jiwa dari kalangan tentara maupun sipil, (Shiver : 2004, 63) membuka kesadaran akan kerugian perang. Munculnya inisiatif untuk mendahulukan perbaikan moral dari pada persenjataan dan memilih untuk berdamai daripada berperang sebagai instrument interaksi internasional.

Inisiatif ini diealisasikan dengan keberadaan Initiative of Change (IofC) sebagai actor non Negara yang memperjuangkan tersebarnya perdamaian demi kepentingan yang universal di dunia.

Sebagai actor, tentu memiliki peranan yang dimainkan dalam dunia internasional, sejauh mana peran IofC, apa saja bukti-bukti peranannya. serta Bagaimana IofC menghadapi tantangan serta prospek dalam dunia global yang akan menjadi focus pembahasan tulisan ini.

I.3 Pembatasan Masalah

Paper ini hanya akan membahas actor non-negara berupa Initiative of Change ( IofC ) saja, adapun pembahasan mengenai actor-aktor lainnya baik negara maupun non-negara merupakan penjelas bagi penelitian ini.

Batasan periodisasi sejak tahun 2001 hingga 2006, karena saat itulah

I.4 Perumusan Masalah

Rumusan masalah yang akan dijawab dalam paper ini yaitu :

- Bagaimanakan peran Initiative of Change (IofC) dalam dunia global?

- Apa yang menjadi kekuatan, kelemahan, kesempatan dan tantangan bagi Initiative of Change (IofC) dalam menghadapi tantangan dan prospek di dunia global ?

I.5 Tujuan dan Manfaat Penelitian

Penelitian ini bertujuan sebagai salah satu syarat kelulusan matakuliah Non-State Actors Dalam program studi hubungan internasional Universitas Paramadina. Selain itu, sebagai tambahan pengetahuan, data dan informasi mengenai IofC.

Manfaat penulisan ini yaitu :

1. Diharapkan dapat menambah wawasan seputar IofC sebagai salah satu actor non-negara yang berkontribusi dalam perbaikan masyarakat sipil sebagai actor dalam dunia internasional dengan instrument soft diplomacy yang digunakannya.

2. Diharapkan dapat menganalisa kekuatan, kelemahan, kesempatan dan tantangan yang dihadapi IofC

I.6 Kerangka Pemikiran

Dalam menganalisa penulis menggunakan perspektif neo liberalis. Paham neo-liberalis merupakan turuan dari paham liberalis yang menurut Kant ( Burchill&Linklater ; 1996 ) memandang bahwa perdamaian abadi terjadi karena hukum alam yang mengatur keselarasan dan kerjasama antar manusi, jika manusia mendahulukan hokum tersebut peperangan tidak akan terjadi.

Selain itu, para pemikir liberalis mulai dari Immanuel Kant, R osseau, Cobden, Schrumpter dan Doyle ( Burchill&Linklater ; 1996 ) sepakat bahwa perang terjadi karena adanya pemerintahan militeris yang non-demokratis yang agresif dan otoriter demi kepentingan pribadi atau para elit.

David Baldwin (Baylish & Smith, 2001 : 188-190) mengidentifikasi empat turunan dari perspektif liberalis. Pertama, liberalisme komersial yang menganjurkan pasar bebas dan ekonomi kapitalis sebagai cara untuk memperoleh perdamaian dan kesejahteraan yang kemudian dikembangkan oleh institusi keuangan global, Multinational Coorporations (MNCs) dan Negara-negara utama pelaku dagang.

Kedua, liberalisme republikan yang menyatakan bahwa Negara demokrasi memiliki kecenderungan untuk menghargai hak-hak warganegara dan menghindari peperangan dengan Negara demokrasi lainnya yang kemudian dikembangkan oleh Amerika Serikat dan Negara-negara G-8.

Ketiga, liberalisme institusionalisme atau institusionalisme neo-liberal. Paha mini dimulai sejak tahun 1960-an di mana integrasi regional mulai dipelajari. Dalam paham ini, dianjurkan bahwa untuk menciptakan perdamaian dan kesejahteraan, diperlukan keinginan negara-negara merdeka untuk menyatukan sumber daya mereka dan bahkan menyerahkan sebagian kedaulatan mereka untuk menciptakan komunitas yang terintegrasi dalam mengembangkan pertumbuhan ekonomi atau menghadapi permasalahan regional.

Keempat, liberalisme kemasyarakatan, dengan ide bahwa ketergantungan antar masyarakat sangatlah penting. Meningkatnya kegiatan lintas negara, terhubungnya masyarakat dari berbagai negara, membuat pemerintah kesulitan dalam bertindak sendiri, karena biaya yang mahal. Naiknya biaya perang dan kebiasaan negara yang menyimpang lainnya membuat komunitas internasional yang damai terbangun, secara kultur dan melibatkan masyarakat sipil sehingga terjadilat proses transnasional yang membangun berbagai komunitas seperti musisi, artis, produsen, ilmuan dan pelajar.

Paham terakhir ini diperkuat dengan pernyataan Keohane dan Nye (1977), bahwa dunia semakin prulal seiring dengan keterlibatan para aktor internasional yang saling tergantung satu dengan lainnya. Ketergantungan yang kompleks kemudian membuat dunia terbagi dalam empat karakteristik, yaitu :

1. Naiknya hubungan aktor negara dan aktor non-negara

2. Munculnya agenda baru isu internasional tanpa perbedaan antara low dan high politics context.

3. Adanya pengakuan terhadap berbagai saluran interaksi di antara banyak actor yang lintas batas nasional.

4. Berkurangnya fungsi kekuatn militer sebagai peralatan negara.

Dalam konteks ini, IoFC memainkan peran sebagai actor lintas negara yang menggerakkan kepentingan masyarakat sipil tanpa memandang apa negara mereka demi keinginan yang universal.

I.7 Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode kualitatif. Moleong ( dalam Herdiansyah : 2010 ) menyatakan bahwa penelitian kulaitiatif adalah penelitian ilmiah yang bertujuan memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subjk penelitian, sperti perilaku, persepsi, tindakan dan sebagainya.

Model penelitian kulaitatif yang digunakan yaitu fenomenologi (Herdiansyah : 2009, 66), dengan mengangkat fenomena menganalisa peran aktor non-negara berupa IofC di dunia. Teknik pengumpulan data melalui wawancara tidak terstruktur (Herdiansyah : 2009, 125), observasi IofC Indonesia, studi pustaka, buku, jurnal dan internet. Dengan sudut pandang historis untuk menjelaskan yang terjadi dalam periode penelitian, sehingga penelitian ini merupakan penelitian deskriptif analitis.

BAB II

PEMBAHASAN

II.1 Aspek Filosofis, Hukum dan Administrasi, IofC

Pembentukan Initiative of Change (seterusnya disebut sebagai IofC) dalam hukum internasional, idealnya memenuhi tiga aspek berupa aspek filosofis, hukum dan administrasi.

II.1.1 Sejarah dan Tujuan IofC

Dalam aspek filosofi, kita dapat melihat nilai-nili filosifi berdirinya IofC melalui sejarah dan tujuan pembentukkannya. Tahun 1938 saat Negara-negara Eropa mempersenjatai diri kembali dan bersiap untuk Perang Dunia II, Frank Bunchman seorang professor sebelumnya menyerukan slogan “perbaikan spiritual dan moral” yang kemudian dikenal dengan istyilah “Moral Re-Armarment (MRA)” sebagai upaya untuk membebaskan dunia dari rasa benci, ketakutan dan ketamakan.

Pengalaman pribadi Bunchman di gereja tahun 1920 membuatnya ingin menyadarkan orang lain bahwa moral sangat berpengaruh bagi karakter manusia dalam menjalin hubungan dengan masyarakat dan lingkungannya. Hal ini dimulai dengan pendekatannya pada mahasiswa di Universitas Oxford. Hingga pada akhir 1920 IofC pertama kali dikenal sebagai Oxford Group dengan konsentrsi pertama mereka untuk membantu wilayah Afrika Selatan.

Di Caux Switzerland, didirikan pusat konferensi internasional pada tahun 1946, tahun 1950 telah berdiri beberapa pusat MRA lain seperti di Amerika Latin, India, dan Jepang.

Kematian Bunchman tahun 1961, disusul kematian Peter Howard yang menggantikannya membuat krisis kepemimpinan dalam MRA yang kemudian dikembalikan pada prinsip mereka untuk mengembangkan MRA yang dimulai dari diri sendiri.

Seiring dengan perkembangan waktu, tahun 2002 berdirilah IofC Internasional juga dengan tujuan untuk menyarkan nilai cinta kasih, kejujuran keihlasan dan ketidak egosisan agar menjadi kebiasaan bagi anggota yang bergabung di dalamnya untuk memperbaiki lingkungan di sekitarnya.

II.1.2 Posisi dalam Hukum Internasional dan Administrasi

Untuk diakui dalam hukum internasional ada tiga prinsip yang harus dipenuhi oleh IofC. Pertama, yaitu adanya persetujuan internasional yang ditandai dengan instrument hukum yang jelas. IofC sendiri telah memiki pengakuan dari dunia internasional, terbukti dengan berbagai program yang diselenggarakannya di berbagai Negara.

Akan tetapi, pada dasarnya menurut Schermer ( dalam Sumaryo Suryokusumo : 132 ) suatu organisasi internasional tetap dapat diakui, walaupun tidak memiliki instrument pokok, jika ia telah dideklarasikan dan tercipta kesepakatan antar anggota-anggotanya untuk menindaklanjuti.

Adapun peran IofC sebagai subjek hukum internasional baru akan berlaku jika pihak-pihak berwenang dalam IofC mengikatkan IofC dalam instrument hukum internasional dalam kasus-kasus tertentu, seperti penghargaan IofC akan DUHAM pada PBB dan menyetujui asas-asasnya sebagai salah satu prinsip.

Kedua, paling tidak organisasi tersebut memiliki satu badan yang tidak memiliki personalitas hukum, tetapi bertindak atas nama organisasi internsional mengenai permasalahan yang menjadi konsentrasi dan tanggungjawab badan tersebut.

Secara administrative, IofC telah memiliki beberapa badan ( http://www.iofc.org/organization : 2010). Melalui pusat kesatuan yang bernama IofC Internasional terdapat beberapa badan yang mengatur IofC, diantaranya Majelis Global yang berisi perwakilan Negara-negara yang masyarakatnya menjadi anggota, yang berfungi untuk melakukan pemilihan Badan Internasional dan Presiden IofC Internasional. Selain itu, juga terdapat Badan Internasional yang mengatur perkembangan IofC dan program yang dilakukan secara internasional.

Ketiga, ada standar hokum yang dijalani oleh suatu organisasi yang mengacu pada hokum internasional. Setidaknya memiliki secretariat dan system kontribusi yang baik. Sekretariat IofC Internasional hingga saat ini di Cauz Switzerland yang di dalamnya terdapat badan-badan IofC yang berkerja secara rutin maupun dalam skala waktu tertentu.

II.2 IofC dalam Hubungan Internasional

Merujuk pada tulisan Prof. DR Sumaryo Suryokusumo (1997 : 37-40), bahwa IofC dapat digolongkan sebagai organisasi internasional privat dan juga organisasi yang bersifat universal.

Hal ini karena IofC dibentuk oleh inisiatif perorangan atau kelompok, bukan pemerintah, atau dokenal juga sebagai organisasi non-pemerintahan ( INGO ). IofC juga memenuhi ketiga criteria umum sebagai organisasi universal, yaitu universality, ultimate necessity, dan heterogeneity.

IofC bergerak dalam kegiatan yang luas dengan persyratan yang ringan bagi keanggotaannya dan tidak adanya sanksi untuk mengeluarkan anggotanya ( universality ). Siapa pun, dari usia, etnis, ras dan agama yang berbeda dapat bergabung di dalamnya.

IofC membahas isu-isu kehidupan internasional yang diperlukan oleh setiap manusia ( ultimate necessity ), seperti isu kemanusiaan, hak asasi manusia, kesetaraan gender, lingkungan, korupsi dan berbagai masalah lain.

Dengan keanggotaannya yang beragam, dinmika dalam IofC lebih beragam tetapi dengan kesempatan yang sama bagi setiap anggotanya untuk berperan dalam lingkungan domestic maupun internasional ( heterogentity ). Siapa pun dapat berkontribusi untuk mengembangkan nilai-niai IofC kepada siapa saja, di mana saja dan kapan saja.

II.3 Peran IofC dalam Dunia Internasional

Tahun 1950, ketika IofC masih berupa pergerakan MRA, berperan dalam proses rekonstruksi dan rekonsiliasi di Eropa dan mendapatkan apresiasi dan pengakuan dari pemerintah Perancis bahkan Jerman yang sempat menentangnya, dilanjutkan dengan peran serupa di Pulau Mackinac Amerika Serikat, lalu di Jepang hingga Asia Tenggara serta membantu mencegah pertumpahan darah dalanm kemerdekaan negara-negara Afrika.

Diakui oleh Hairul Umam ( 2010 ) sebagai Presiden IofC Indonesia bahwa secara histories, IofC memiliki peran yang penting dan signifikan, bukan hanya dalam proses perdamaian internasional tetapi juga hingga masalah keadilan, yang mengutamakan perubahan individu untuk mendorong perubahan global yang lebih baik, bukan hanya dalam jangka waktu yang sebentar tetapi juga dalam jangka waktu yang lama di kemudian hari.

Bukti lain yaitu peran IofC di Sierra Leon, Afrika sejak tahun 2000 hingga saat ini ( http://www.iofc.org/hope-sierra-leone : 2010 ). IofC turut membantu dalam membangun Sierra Leon yang lebih baik, karena mereka pernah merasakan akibat buruk dari terjadinya perang sipil dalam negeri. Dengan fondasi moral bagi kebijakan rekonsiliasi dan transformasinya, kampanye pemilihan umum yang bersih serta membantu terbangunnya perdamaian yang mengutamakan perdamaian.

Peran IofC dalam perdamaian yaitu melalui program Creators of Peace (CoP) yang baru-baru ini dilakukan di Rumania, Kenya, dan Kongo. Januari hingga Maret tahun ini di Indonesia akan dilakukan program CoP dan Action for Life(AfL) yang akan mengadakan diskusi dan seminar bagi mahasiswa serta pembekalan bagi perempuan-perempuan khususnya ibu rumah tangga di wilatah Tangerang Selatan (IofC-Indonesia : 2010-2011).

Isu keamanan manusia juga mulai dikonsentrasikan sejak Juli 2008. Jauh sebelumnya tahun 1973 telah dibentuk Caux Initiative for Business ( CIB 0(http://www.iofc.org/caux-initiatives-for-business ) yang merangkul para pengusaha untuk menyadari isu-isu internasional yang penting dan mendorong mereka untuk mengambangkan bisnis secara adil dan menghargai orang lain dan lingkungan yang dimulai dari kesadaran pribadi.

II.4 Analisa SWOT bagi IofC

Dalam mengukur Stength ( kekuatan ), Istilah Morgenthau dalam mengukur suatu negara beleh kita gunakan untuk mensejajarkan actor non-negara yang perannya tidak kalah penting, yaitu power atau kekuasaan, kapabilitas dan pengaruh yang dimiliki oleh actor non-negara, khususnya IofC.

Kekuasaan yang dimiliki IofC berada pada peran masyarakat sipil yang dimulai dari individu mampu menggerakkan dinamika dunia yang diisi manusia dari berbagai bangsa. Hal ini mampu menjadi basis pendekatan yang berorientasi jangka panjang dan dapat bersifat preventif dan solutif dalam menyelesaikan masalah yang dihadapi dunia melalui program-program yang dijalankannya.

Pendekatan secara individu menjadi basis penting dan lebih efektif ketika kesadaran dimulai dari diri sendiri, karena dapat mendorong kontribusi kepada individu lainnya melalui tindakan nyata.

Weakness (kelemahan), dari mengukur kekuatan, dapat dilihat pula sebagai kelemahan. Pendekatan individu yang dilakukannya merupakan variable yang sulit untuk diukur, karena meskipun manusia pada dasarnya ingin bekerjasama, akan tetapi manusia juga memiliki pandangan, pikiran, latarbelakang dan pribadi yang berbeda-beda dan terkadang emosional dan tidak sadar, dapat dipengaruhi lingkungan.

Sehingga salah satu factor penentu kesuksesan IofC ditentukan oleh kesadaran manusia yang relatif, tetapi jika hati manusia belum tersentuh, pendekatan ini akan tidak efektif.

Kurangnya promosi dan publikasi menjadi hambatan bagi perkembangan IofC. Sehingga yang dapat dengan mudah mengakses informasi mengenai IofC hanya mereka yang terlibat di dalamnya, serta yang mencari sendiri informasinya. Hal ini perlu ditingkatkan lagi.

Cara soft-diplomasi yang dilakukan memang menghindari kekerasan, akan tetapi hal ini membutuhkan waktu yang lama untuk menyelesaikan masalah yang bersifat mendesak, sehingga IofC tidak dpat berjalan sendiri dalam menjalankannya.

Pendanaan yang berbeda-beda sumbernya di satu sisi menuntut anggotanya untuk rela berkorban dan kreatif, tetapi di sisi lain hal ini menimbulkan perbedaan atau kesenjangan antar IofC di beberapa Negara cabang, seperti misalnya di Jepang yang didanai swasta dengan di Indonesia yang asih secara swadaya.

Opportunity (kesempatan) yang dimiliki IofC adalah dengan memanfaatkan promosi dari hal termudah mulai dari mulut ke mulut hingga yang bersifat resmi. Kemajuan tekhnologi juga perlu dimanfaatkan secara maksimal, karena akses informasi sangat mudah dicari saat ini.

Soft diplomacy, mengutamakan perdamaian dan mengajak secara personal akan membuka kesempatan bagi meluasnya pengaruh IofC ke depan, bukan hanya untuk memerluas jaringan IofC sendiri, tetapi juga jaringan dengan organisasi lain yang memperjuangkan visi-misi yang sejalan dengan IofC.

Merangkul organisasi dan actor lain yang sejalan dengan IofC akan membuka kesempatan bagi IofC untuk mewujudkan tujuannya, bukan eksistensinya sebagai organisasi internasional yang mau dipandang hebat.

Threat (ancaman ) bagi IofC, dapat diingat pada tahun 1946, IofC pernah mengalami hambatan ketika akan mengajak masyarakat sipil di Jerman karena trauma mereka akan nilai-nilai yang NAZI tanamkan. Hal ini akan menjadi tantangan bagi IofC ke depan dalam menghadapi nilai-nilai atau pemahaman yang berbeda dengan masyarakat lain, seperti kelompok-kelompok ekstrim dan fundamentalis yang tertutup akan nilai-nilai baru serta kelompok yang anti akan pandangan-pandangan universal.

Selain itu, perlu dilakukan pemantauan bagi keanggotaannya meskipun bersifat lepas, tetapi perlu ada pemantauan tersendiri sehingga jaringan keanggotaannya terjaga, karena sejak 70 tahun informasi mengenai keanggotaan IofC masih sangat terbatas.

BAB III

PENUTUP

III.1 Kesimpulan

Dari penjelasan yang telah disampaikan, dapat disimpulkan bahwa peran Initiative of Change (IofC) sebagai actor non-negara dalam dunia global sangat penting dalam mewujudkan perdamaian dunia global. Hal ini terbukti dengan kontribusinya dalam berbagai bidang kehidupan yang menyangkut kepentingan orang banyak tapi melalui pedekatan pribadi.

Peran IofC dalam mewujudkan tujuannya melalui soft-diplomasi perlu lebih ditingkatkan, mengingat peran ini sangat berpengaruh dalam dinamila global.

Kekuatan, dan kelemahan IofC pada dasarnya menjadi kesempatan dan tantangan bagi Initiative of Change (IofC) dalam menghadapi tantangan dan prospek di dunia global, yakni dengan meningkatkan publikasi, peran serta lebih menjaga kenaggotaannya dalam masyarakal global. Mengingat prospek ke depan yang sangat mendukung untuk perbaikan dalam era globalisasi ini

2 komentar:

Initiatives of Change Indonesia mengatakan...

Hi Syir...what academic writing u have...thanks...we can discuss it more

sayangkalyantiga mengatakan...

Alhamdulillah, dari waktu ke waktu IoFC semakin maju :)