Selasa, 17 Oktober 2017

Rapat Kerja Nasional KLHK 2017 Untuk Hutan, Lingkungan dan Perubahan Iklim Berkeadilan

Jakarta 2-3 Agustus 2017
Auditorium Manggala Wanabakti
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK)

Catatan oleh:
Syir Asih Amanati (Rabu, 2 Agustus 2017)
Efrial Ruliandi (Kamis, 3 Agustus 2017)
Mewakili Greeneration Foundation


Selengkapnya materi terdapat dalam tautan berikut:
  1. Kebijakan Menteri LHK, Materi Rakernas 2017 : https://drive.google.com/file/d/0B3iBo8knJdOiLW9IVTdyVG14MHM/view
  2. Materi Rakernas 2017 :

Resume

Rabu, 2 Agustus 2017
Narasumber 1 : Menkopolhukam, Bapak Wiranto
Perlu perubahan metode dengan pendekatan kekinian untuk menjaga Kedaulatan Sumber Kekayaan Alam (SKA). Jika melihat pada sejarah, terjadi penumpukan di Pulau Jawa mengapa? Karena saat Indonesia mendirikan tentara belum memiliki modal, yang paling mudah adalah dengan mengakuisisi milik Belanda yang notabene menguasasi rel-rel di Jawa hingga ke Banyuwangi. Rekomendasinya perlu ada relokasi pasukan yang didukung oleh infrastruktur.
Kondisi hutang Indonesia saat ini untuk mencicil hutang-hutang terdahulu, indeks Indonesia dari kacamata survei internasional (yang netral dari pemerintah) baik.
Resepnya STMJ
S – Sadar : jabatan titipan Allah SWT dan mandat rakyat
T – Tahu Tugasnya : Tahu TUPOKSI, masalahnya dan solusinya
M – Mau ambil risiko sebagai problem solver
J – Jujur pada Tuhan (paling berat), atasan dan diri sendiri
**
Narasumber 2 : Menko Bidang Perekonomian, Bapak Darmin Nasution
Data dan fakta menunjukkan bahwa Indonesia memiliki kekayaan alam yang besar, misalnya hutan terluas di dunia dengan segala potensinya. Posisi Indonesia yang memiliki pantai kedua terpanjang setelah Canada juga berada di ring of fire.
Sejak tahun 1973 trend sawit sudah ada, sehingga kondisi saat ini hutan sudah rusak dan sulit ditanami. Malaysia sukses kembangkan sawit karena melihat Indonesia melakukan transmigrasi. Kondisi saat ini kebijakan ekonomi kita harus memilih yang kurang buruk di antara yang buruk-buruk. Perlu dicari tanaman yang menguntungkan.
Persebaran penduduk saat ini 256juta jiwa 57%nya berada di Pulau Jawa.
Ketimpangan yang ada (tanah, pendidikan, penguasaan lahan, ketidak adilan tenaga kerja dan kesempatan) perlu distrategikan dengan menyeimbangkan antara equality dengan equity (modal: tanah, pendidikan). Perlu transmigrasi dengan cluster sebagai bagian dari reformasi agraria, pastikan bibit/benih bercocok tanam dan beternak yang bagus dan pengelolaan pasca panen yang terintegrasi. Perlu adanya review tiap beberapa tahun, jangan terlalu lama 35tahun seperti yang sudah-sudah.
**
Narasumber 3 : Menko Bidang Kemaritiman, Bapak Luhut Binsar Pandjaitan
Untuk menuju Sabang dari Merauke memerlukan waktu 8 jam, melebihi jarak ke Jepang, ini menunjukkan betapa luasnya negara Indonesia. Investment grade dalam 21 tahun terakhir meningkat. Indeks keperayaan konsumen tertinggi sejak 12 tahun terakhir, harga-harga tidak banyak bergeser contohnya saat Ramadhan kemarin, kepercayaan sempat menurun saat subsidi BBM turun namun sudah kembali lagi.
BPS diundang ke KemenkoBid Kemaritiman hari ini dan menyatakan bahwa baru 8% dari potensi yang ada di Indonesia yang telah diolah. Perlu adanya inovasi-inovasi yang menghasilkan efisiensi misalnya proyek LRT yang bisa hemat hingga 6 Triliyun. Kita bisa mengembangkan yang ada dari dalam negeri libatkan anak-anak muda, jangan jadi pasar luar negeri saja dan tidak dijajah.
3 Besar prioritas pariwisata Kawasan Strategis Pariwisata Nasional (KSPN): Borobudur, Mandalika dan Toba.
Usaha efisiensi BBM, tidak bisa terasa dalam 2 tahun, namun 30 tahun baru terasa dampaknya, konsumsi BBM menurun 190M/tahun.
Layer-layer yang tidak perlu dipotong saja, contohnya Biaya cruise lebih tinggi daripada Singapura yang dapat dari 1 pelabuhan saja dapat 10 juta penumpang. Kita yang memiliki banyak pelabuhan hanya dapat 10% dari target, 200.000 orang.
Tol laut membuat peredaran barang tidak harus ke Jawa dahulu.
Proses pengambilan keputusan sangat penting, jangan berbelit-belit. Jika ada aturan yang menghambat, misalnya tinggal Kementerian selama masih bisa menjaga kualitas dan kepentingan bangsa terwujud tidak apa-apa diganti.
Pastikan semua bekerja dalam tim seara profesional, baik di institusi internal maupun antar lembaga, pastikan kejujuran dalam pengambilan keputusan
**
Narasumber 4 : Menko Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan, Ibu Puan Maharani
Fokus 5 Revolusi mental:
a. Indonesia Melayani
b. Indonesia Tertib
c. Indonesia Mandiri
d. Indonesia Bersih
e. Indonesia Bersatu
Bidang lingkungan, Indonesia Bersih. Pengalaman saat meninjau lokasi batas air tenang dan laut itu plastik, meski sudah dibersihkan akan datang lagi.
Hutan Papua dan Sumatera sudah masuk dalam endanger list. Bunaken belum ada solusi siapa yang mengurus Provinsi/Kota/KLHK, semua merasa mengurusi tapi tidak ada yang mengurusi tidak bisa dilihat lagi keindahan di dalamnya dalam 15 menit awal.
Siapa yang mengurusi laut dan hutan kita wewenangnya belum ada keputusan. Kemenko perlu mengkaitkan dan mensinkronisasikan.
Sebenarnya banyak riset-riset dari kita yang menarik tapi belum terdengar seperti kebakaran hutan dan penggunaan kapas basah, riset dampak kebakaran hutan pada ISPA & ISPU dengan mesin di motor yang disambung dengan air, tapi tidak muncul.
Solusi rakernas ini harus lebih konkrit
**
Narasumber 5 : Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Ibu Siti Nurbaya
Banjir di Subang, Bima, Limboto, Garut bersumber di hulu, kondisinya pengrusakan manusia dengan alam balap-balapan.
Masalah terjadi di lahan tradisional di bawah 2 ha. Sampah, sumber daya air, juga balap-balapan dengan bencana.
Usaha menjaga SDA = menjaga kedaulatan, kabinet kali ini mengetengahkan isu perubahan iklim. Berbahaya jika memiliki cara pandang “Lebih baik kita pakai SDA duluan sebelum ada yang pakai lagi”.
Di satu sisi kita punya absolute advantage yakni endemic species dan eco spatial, di sisi lain perlu diseimbangkan juga dengan competitive advantage.
**
Narasumber 6 : Ketua Kaukus Ekonomi Hijau DPR RI, Wakil Ketuan Komisi VII, Bapak Satya W. Yuda
Ada forum diskusi antara parlemen dengan para pemangku kepentingan dalam dan luar negeri
Eenrgi baru dan terbarukan perlu yang sustainable memang pasti akan ada yang dikorbankan sebagian. Tidak hanya memperhitungkan aspek kwh saja tapi juga dampak ekologisnya.
**
Narasumber 7 : Ketua Wanrah Perubahan Iklim, Bapak Sarwono Kusumaatmadja (Mantan Menteri Lingkungan Hidup)
Kelemahan Paris Agreement yaitu banyak yang ikut jadi sulit terukur. Dunia sudah pada kenaikan 3 derajat celcius bukan lagi 2 derajat celcius. Terjadi kemunduran dengan posisi Presiden AS, Donald Trump yang tidak percaya akan perubahan iklim.
Opsi yang dapat kita lakukan: competitive advantage low carbon economy dan inovasi
**
Narasumber 8 : Gubernur LEMHANNAS, Bapak Agus Widjojo
Kedaulatan Sumber Kekayaan Alam (SKA), Ketahanan Nasional dan Climate Resilience mencakup pangan, energi, lingkungan, konservasi dan air.
Di satu sisi kita mengalami peningkatan jumlah penduduk, peningkatan konsumsi per kapita, peningkatan dampak teknologi. Di sisi lain kita perlu memikirkan bagaimana aagar sejahtera dan berkelanjutan untuk jangka panjang.
Resilience/Ketahanan: ability to prevent
Pasal 33 UU 1945 – UN Harter 1803, kedaulatan. Perlu adanya divesrifikasi dan tidak tergantung dengan negara lain
**
Sesi tanya jawab
UI : PR untuk membuat teknologi yang berorientasi hutam produktif dan lindung. Perlu alternatif yang menggantikan padi karena perluasannya dibakar, misalnya dengan biji nangka jadi teme, dari sukun dan duren. Agro forestry ditambah dengan ekonomi. Absolute advantage perlu dipertahankan, misalnya kayu cendana, sapi bali (kelesterol rendah), kopi gayo di gunung Sinabunng.
DLH Riau: masalah deret eksponensial, solusi deret ukur. Keterbatasan SDM dan ancaman nyawa, anggaran juga sangat dibutuhkan untuk pengawasan dan penegakkan hukum, karena keusilan oknum-oknum dan korporasi.
-
Kamis, 3 Agustus 2017
Disarikan dari narasumber-narasumber: Bappenas, Kementerian Keuangan, Kementerian Dalam Negeri, Kabareskrim POLRI, Kementerian ESDM, Kementerian BUMN, Komisi IV DPR RI, Ketua DKN, Sekjend KLHK, TNI dan Dirjen PPI dan Biro Umum
Pengelolaan sumber kekayaan alam dalam kaitan dengan ketahanan nasional diarahkan untuk senantiasa menyediakan pilihan-pilihan dalam pemanfaatan sumberdaya alam, menciptakan mata rantai nilai dan meningkatkannya sebagai nilai tambah yang tidak melebihi daya dukung. Hal ini akan mendorong keberlanjutan pemanfaatan atas kekayaan alam bagi masyarakat.
Kecepatan pemulihan ekosistem dan sumberdaya alam Indonesia tidak bisa dilakukan secepat tingkat eksploitasi yang dilakukan akibat adanya kebutuhan sebagai konsekuensi pertambahan jumlah penduduk. Eksploitasi yang berlebihan dipastikan mengganggu kestabilan lingkungan yang mengakibatkan perubahan tatanan perikehidupan masyarakat utamanya terhadap ketahanan pangan, ketahanan energi.
Ada dukungan dan pengawasan dari legislatif untuk anggaran negara hijau (green finance) yang sinergis antar kementerian/lembaga. Perlu memahami indikator NDC agar implementatif pada segala lapisan masyarakat secara lebih mudah baik pada sektor energi, pertanian, limbah dan kehutanan serta mendukung implementasi circular economy sebagai pendukung NDC.
Peran legislatif terkait dengan perubahan iklim untuk kesejahteraan masyarakat adalah bersama-sama dengan pemerintah untuk berkolaborasi menciptakan berbagai inisiasi legislasi agar memiliki daya ikat (legally binding). Di Indonesia, anggaran hijau (green finance) belum merupakan basis penyusunan anggaran negara, masih bersifat sektoral pada tiap kementerian/lembaga. Terkait dengan pemanasaan global, harus dianggap sebagai krisis nyata dan harus dihitung implikasi sosial ekologis bagi Indonesia. Perlu payung hukum untuk merubah NDC ke dalam aksi nyata untuk memenuhi target.
Kesepakatan Paris diterjemahkan dalam NDC yang meliputi sektor energi, sampah, industri, pertanian dan kehutanan. Upaya dilakukan melalui adaptasi dan mitigasi dengan inovasi yang kompetitif advantage dan bukan komparatif. (Pada hal tertentu absolute advantage).
Persoalan lingkungan hidup dan kehutanan berakar dari kondisi tapak sebagai barang milik publik yang menyentuh hamper seluruh sendi kehidupan seluruh rakyat. Mengelola kompleksitas ekosistem yang dinamis seperti menjaga peradaban di setiap tapaknya. Perlu kehati-hatian agar kejadian kebakaran hutan dan lahan, banjir, tanah longsor serta bencana ekologis lainnya tidak terulang. Pemanfaatan sumberdaya alam perlu diikuti dengan peningkatan kesejahteraan rakyat. Kebijakan diarahkan untuk meningkatkan kemakmuran rakyat secara berkelanjutan, dimulai dengan menata ulang alokasi hutan (termasuk aksi-aksi perhutanan sosial yang memperluas akses lahan, kesempatan dan SDM sebagai upaya peningkatan keberpihakan kepada masyarakat), memperbaiki tata kelola kehutanan (perijinan satu pintu), tata kelola gambut untuk merestorasi gambut, pengendalian pencemaran dan kerusakan lingkungan, peningkatan pemanfaatan dalam kaitan dengan pengendalian perubahan iklim, dan peningkatan kesadaran lingkungan.
Kekuatan dan keunggulan letak geografis Indonesia bertumpu pada 17.500 pulau, 54.000 km garis pantai, 300 suku dan 700 bahasa. Secara geografis, Indonesia hadir sebagai poros maritim dunia sebagai jalur distribusi logistik dunia dan ring of fire yang dapat dimanfaatkan untuk menopang ketahanan energi dan lain-lain. Pembangunan kemaritiman perlu memperhatikan langkah-langkah yang efektif didasarkan pada inovasi yang mempunyai nilai tambah. Upaya pemerintah untuk memperkuat posisi geografis tersebut melalui pembangunan infrastruktur pelabuhan, TOL Laut, dan pemanfaatan SDA/panas bumi melalui instrument green economy dengan tujuan memastikan keberlanjutan, meminimalkan kesenjangan wilayah (gini ratio) dan meningkatkan daya saing ekonomi. Dalam konteks internasional peringkat daya saing, indeks kesenjangan daerah/gini ratio membaik, untuk itu ada kebutuhan bekerja secara holistik dan team work untuk mengendalikan kerusakan lingkungan akibat adanya perubahan iklim.
Hutan dapat dijadikan sebagai model pembangunan ekonomi yang mensejahterakan rakyat dengan beberapa indikator konkret seperti entitas Kartu Indonesia Sehat (KIS) dan lain-lain. Penyelesaian berbagai permasalahan urusan lingkungan hidup dan kehutanan harus diselesaikan secara bersama-sama (gotong-royong) sehingga perlu sinergi antara pusat dan daerah dalam bingkai NKRI agar masalah-masalah kehutanan dan lingkungan hidup dapat teratasi melalui solusi yang kongkret. Misalnya melalui tata kelola perijinan, tata kelola gambut, pola bersama penanganan kebakaran hutan ditingkat daerah yang melibatkan masyarakat/para pelaku usaha ekonomi dan pemerintah daerah serta pola penanganan pengelolaan sampah yang juga dapat dimanfaatkan untuk menopang ketahanan energi dan pembangunan.
Persoalan lingkungan, seperti pengelolaan sampah dan kebakaran hutan dan lahan, persoalan bangsa yang membutuhkan upaya bersama dan kolektif. Semangat yang dibangun dilandasi sebagai suatu gerakan yang merubah cara berpikir dan cara bertindak secara revolusioner yang dilakukan secara bersama (team work) oleh komponen bangsa baik pusat maupun daerah.
Salah satu upaya mengatasi ketimpangan lahan hendak diselesaikan dengan program reforma agraria legalisasi aset seluas 4,5 juta ha, redistribusi tanah seluas 4,5 juta ha (di dalamnya termasuk pelepasan kawasan hutan seluas 4,1 juta ha), dan legalitas akses kelola seluas 12,7 juta ha. Solusi ini dibarengi dengan perluasan kesempatan dan peningkatan SDM untuk menciptakan inovasi teknologi rehabilitasi hutan yang bernilai tinggi dengan valuasi ekonomi yang kompetitif jika dibandingkan dengan komoditas perkebunan/pertanian. Dalam kaitan ini, maka perlu ada dukungan aktualisasi revolusi mental dalam tata kelola kehutanan dan lingkungan, bukan hanya pada tataran konsep. Dalam kaitan itu semua tata kelola hutan sudah perlu di dalami lebih lanjut sebagai bagian atasi kesenjangan melalui ekonomi berkeadilan dengan elemen lahan, peluang usaha dan pelatihan.
Tantangan pembangunan ekonomi berkeadilan adalah adanya ketimpangan terhadap akses lahan, kesempatan memanfaatkan SDA oleh komponen bangsa baik pemerintah/swasta yang dijelaskan dalam informasi land holding per kepala keluarga. Belum adanya kesepahaman pemanfaatan lahan yang mempertimbangkan aspek ekonomi, sosial dan lingkungan menyebabkan orientasi lebih bertumpu pada nilai ekonomi yang menyebabkan banyaknya konversi hutan menjadi peruntukan lain.
Untuk itu semua, para pihak perlu menerapkan STMJ (sadar, tahu, mengerti dan jujur) untuk melaksanakan cita-cita bersama.
Kebijakan membangun dari pinggiran dengan memajukan pengelolaan hutan berkelanjutan yang berkeadilan, dengan pendekatan holistik dan terintegrasi serta mempertimbangkan inovasi-inovasi solutif di bidang regulasi dan adi praktis diharapkan dapat mendorong kesejahteraan rakyat secara berkelanjutan dan mengatasi lingkungan yang berubah. Solusi ini dapat memastikan keberlanjutan pengelolaan SDA dan menurunkan potensi konflik di tingkat masyarakat. Langkah ini tidak bisa dilakukan hanya oleh satu sektor, namun harus menjadi aksi bersama/kolektif seluruh elemen bangsa.
Dalam konteks rapat kerja ini, maka negara di beberapa pulau merupakan hutan yang perlu dikelola dengan memperhatikan aspek ekologi, mengakomodir dinamika sosial di tingkat masyarakat sekaligus mengatasi kesenjangan antar wilayah sedemikian rupa sehingga mampu mendorong pemenuhan tujuan pembangunan ekonomi dan sosial. Ini juga merupakan unsur ketahanan wilayah dalam menjaga kedaulatan sumber kekayaan alam Indonesia. Masalah-masalah terkait dengan kebakaran hutan dan keamanan hayati adalah contoh betapa kedaulatan alam terkait dengan kedaulatan negara.