Kamis, 21 Februari 2013

Identitas dalam Negosiasi Internasional


-->
Context of Identity in International Negotiation


Sumber gambar: smartgeneration.wordpress.com

(disarikan dari pertemuan keempat matakuliah diplomacy in practice dengan Dosen Shiskha Prabawaningtyas, Hubungan Internasional Universitas Paramadina ditambah dengan beberapa sumber yang relevan)

Identitas merupakan hal yang tidak terlepas ketika seseorang/sekelompok orang melakukan negosiasi internasional guna mencapai agenda tertentu. Identitas tersebut daoat hilang ketika ada tekanan, deadline dan keadaan lain, di mana misalnya ketika bernegosiasi muncul feeling as superior vs inferior. Sehingga dibutuhkan tahapan persiapan melalui Pre-negotioation Process, mengingat waktu melakukan negosiasi sangat terbatas. Apalagi, jika negosiasi dilakukan dalam keadaan mendesak.
Sehingga ada tiga langkah utama yang [erlu kita rumuskan
  1. Apa yang ingin dicapai
  2. Bagaimana cara mencapainya
  3. Bagaimana kalau gagal untuk mencapainya
Mari kita bahas satu per satu :)

Langkah I. Merumuskan apa yang ingin dicapai
Dalam keadaan ini, kita harus mengetahui apa yang kita inginkan secara internal, yakni kepentingan nasional (jika cakupannya adalah negara). Penyusunan yang ingin dicapaipun memiliki tahapan sebagai berikut
  1. a. Objective
    b. Alternative objective
    c. What are final implications
    d. Alternative course of actions (limit of flexibility)
    e. Identify who is competing with us
    f. Factual data and information to support arguments

Langkah II: Bagaimana cara mencapainya
  1. a. Who will lead the discussion/dialogue/negotiation?
    b. Who will check understanding/data verification?
    c. What are questions should we ask?
    d. What are the emotional issues?
    e. What are power do we possess? What power does other party has?
    f. Who will work to reduce tensions and show to concern for the people?
    g. What is the present level of aspirations and what is the required level?
    h. What kind of negotiation style, strategy and tactics that will be used?

Langkah ketiga: Bagaimana kalau gagal untuk mencapainya
  1. a. Do we renegotiate?
    b. What cost and benefits are importaant
    c. New strategies would be available to us

untuk pembahasannya nantikan di tulisan ini selanjutnya

Rabu, 20 Februari 2013

Anak Jalanan: Kehidupan yang Keras dengan Hati yang Lembut - Bagian 2

Street children: Hard Life with Gentle Heart - Part 2

Baiklah, lanjut lagi soal adik di jalanan yang saya temui beberapa waktu lalu.
Tadi malam, sebelum turun di perempatan Fatmawati, saya menyadari bahwa ada seorang Bapak tuna netra yang menjadi penumpang metromini yang sama dengan saya. Alangkah suudzonnya saya karena belum sampai di perempatan Fatmawati, supir dan kernet memutuskan untuk memindahkan penumpang ke mobil lain.
Mohon ampun atas buruk sangka tadi, karena rupanya Bapak tuna netra tadi diberikan hak khusus untuk diantar hingga perempatan Fatmawati dan saya ikut dengan mereka, hehe.
OK, PR saya selanjutnya adalah menjemput pahala sebagai yang bertanggungjawab-orang terakhir selepas Bapak tuna netra tadi turun dari metromini.
Tidak terbayang bagaimana keadilan Allah karena ia menciptakan makhluk dan melindungi mereka, saya saja dengan mata lengkap sungguh ngeri untuk menyebrang. Meskipun ada rambu-rambu, namun ada pula yang lebih suka melanggar rambu-rambu sehingga merugikan orang lain. Namun tetap saya merasa ada tanggungjawab untuk mengantar Bapak tadi hingga sampai di-setidaknya kendaraan yang ia tuju, kebetulan ia menuju lokasi yang sama dengan saya.
Kami menyebrang saat lampu merah menyala, di tengah perbatasan jalan kami berhenti karena lampu hijau masih menyala. Takjub sekali saya saat itu, karena adik-anak laki-laki (baca part 1) tadi bertanya kepada Bapak tuna netra itu
"Bapak mau ke manah?", adik itu bertanya
"Ke lebak bulus, siapa itu?", Bapak itu mencari sumber suara
"Adik yang biasa di perempatan Pak", saya menjawab.
Lampu merah, dengan lebih takjub lagi saya memperhatikan, sang adik berusaha menggapai tangan kiri Bapak tadi dan ia ikut mengantarkan. Betapa mulianya ia, bahkan saat lampu merah-yang seharusnya ia mengamen tapi ia antarkan Bapak yang padahal sudah ada yang membantu.
Bahkan adik itu ikut hingga ke sebrang sampai Bapak tadi menaiki angkutan umum.
Saya hanya bisa memberikan jempol dan senyuman kepadanya hingga Bapak itu bertanya kepada adik tadi
"Kamu sudah sekolah?"
namun ia tidak menjawab dan menghentikan mobil yang tetap ingin maju. Sampai ingin mengucapkan apresiasi untuk adik tadi, ia sudah hilang bagaikan malaikat. Ya, saya percaya, bahwa fitrahnya sebagai manusia yang suci masih ada, hanya apakah kita akan membiarkannya meninggalkan fitrah tersebut yang terkikis oleh lingkungan dan nasib?
Maka pelajaran yang saya dapatkan kali ini adalah
- Mereka masih memiliki hati untuk memberi
- Masih sempat untuk membantu mereka menjaga hati agar tidak larut oleh tuntutan kerasnya kehidupan mereka.

Masih ada lagi cerita lainnya dengan adik-adik yang hidup di jalanan tapi memiliki hati yang lembut, nantikan di tulisan ini bagian 3, insyaallah.

Anak Jalanan: Kehidupan yang Keras dengan Hati yang Lembut - Bagian 1

Street Children: Hard Life with Gentle Heart - Part 1

Saya tertarik untuk berbagi kisah ini, yang benar-benar terjadi dan saya alami. Well memang saya hobi untuk melakukan observasi sepanjang aktifitas yang saya habiskan, terutama saat dalam perjalanan. Mohon maaf karena tulisan ini terkesan lompat-lompat, karena saya memang ingin curhat, dengan alur campuran, ehm.

Malam ini saya tersentuh dengan sikap seorang anak laki-laki yang biasanya menjadi salah satu dari pengamen di perempatan Fatmawati Jakarta selatan. Tinggi anak itu hanya sepinggang saya, ya usianya mungkin baru 7-8 tahun.

Saya masih ingat, ia merupakan anak yang pernah mengerubungi saya dalam suatu kejadian, sekitar 3 minggu lalu.
Saat itu, saya benar2 merasakan bahwa kampanye www.sahabatanak.org untuk STOP memberi uang AMAT TERAMAT sangat BENAR. Bertahun-tahun para aktifis telah berjuang mengkampanyekan semangat tersebut, nampaknya tantangan dari hari ke hari semakin besar saja. Tapi kami percaya bahwa tidak ada perubahan besar tanpa dimulai dengan perubahan kecil. Kembali lagi ke bahasan sebelumnya.

Mental adik-adik yang menghabiskan waktu di jalan-baik sebagai pengamen, peminta-minta, punk, dan sebagainya telah dikonstruksi untuk terbiasa meminta, menadahkan tangan dan bahkan memaksa jika tidak diberikan, oleh lingkungan sosialisasi primer dan sekunder mereka. Kita bahas contoh kasus, dalam hal ini di wilayah perempatan Fatmawati.

Perempatan Fatmawati, jika saya perhatikan sejak dua tahun belakangan ini (2011-2013) mengalami peningkatan jumlah pengamen. Sebagian besar berusia di bawah SMP, sedangkan ibu-ibu atau "orang tua" mereka duduk disekitar atau ada pula yang mencari nafkah dari keberadaan anak-anak, maupun kelompok pengamen tersebut.

Tidak selamanya bersikap sopan dapat mereka terima, apalagi jika mereka berkelompok, entah kesalahan atau berkah. Saat saya berjumpa dengan mereka, baru saja turun dari metromini, saya mendengar dua di antara mereka bertengkar dengan kata-kata kasar. Nurani saya memaksa saya untuk melerai mereka dengan segenap trik yang saya miliki serta bebekal pengalaman yang diajarkan oleh komunitas Sahabat Anak.
Namun ternyata mereka yang sepertinya telah terbiasa "bercanda" di jalan itu, malah balik mencari pengalihan isu&pengalihan target baru, yakni dengan meminta uang kepada saya.
satu
dua
tiga
yang lain mengekor meminta uang kepada saya
"Kak minta uang Kak...", dengan menadahkan tangan seolah lupa akan pertengkarannya.
Yap, dialah adik yang pertama kali saya sebutkan, berusaha sebaik mungkin aku menolaknya.
"Kak..minta uang dong Kak", mereka merajuk dengan nada yang berbeda-seolah terbiasa dan memiliki SOP cara meminta-minta.
Saya tetap pada prinsip bahwa jika diberikan, mereka akan terbiasa untuk meminta.
Namun teringat bahwa saya mendapatkan beberapa kue, buah tangan dari wali murid dengan spontan saya tawarkan kepada mereka. Justru yang terjadi adalah saya diserbu hingga air mineral yang saya bawa terlepas tutupnya. Dua dari hanya empat bungkus kue itu berhasil mereka rebut, langsung dari pelastik yang saya bawa, belum sempat saya mengeluarkannya sendiri.
Keadaan bertambah buruk ketika geng pengamen lainnya melihat "sumber potensial" sehingga adik-adik yang mengerubungi saya semakin bertambah, untuk mengambil dua kue lainnya. Bahkan yang sudah mendapatkan kue pun masih tetap merebut kue tersebut. Sampai-sampai tukang ojek di sekitar membantu memisahkan, dengan menegaskan kepada anak-anak itu, akan tetapi sayangnya tidak ampuh untuk membuat mereka takut. Nampaknya, tukang ojek di sekitar sana sudah kehilangan kharisma mereka di mata adik-adik.

Terpaksa saya juga melaksanakan SOP untuk bersikap tegas dan memberikan sedikit penerangan kepada mereka, bahwa:

"Yang sudah mendapatkan kue, tidak boleh pelit kepada temannya, ia harus memberikan kue kepada teman-temannya"

"yang tidak  membagikan kepada temannya akan sakit perut dan sakit gigi" (karena sudah pukul 11 malam dan nampaknya emosi saya juga terpancing mengingat diserbu dari kanan-kiri depan, belakang, serong pula maka keluarlah kalimat yang saya tidak tahu lagi bagaimana seharusnya)

"Kakak cuma tinggal punya dua kue lagi, ini untuk yang mau makan kue dibagi ke temen-temennya ya, bukan sendiri, siapa yang berani dan tolong sampahnya di buang ke tempatnya", maka saya berikan kepada mereka.
 lampu hijau berubah menjadi lampu merah, waktunya saya menyebrang. Berbagai pertanyaan, pertanyaan dan asumsi berkecamuk di benak saya, terutama soal:
- mereka tidak malu meminta dan suka diberi
- mereka mau diajak berbagi dan peduli lingkungan

Oke, kemudian itu saya simpan sampai pertemuan selanjutnya dengan mereka, terutama soal anak yang saya temui tadi di tulisan ini bagian 2

Volunteer Pendamping Anak-anak Jalanan?

Sumber: Dokumentasi Sahabat Anak
Salam semuanya :)

Masih bersemangat selalu menjalani aktifitas sehari-hari?
Masih dong ya.. ingin merasakan sensasi yang berbeda dengan merasakan bergaul dengan anak-anak jalanan? 
Bagaimana caranya?
well,
Komunitas Sahabat Anak mengajak teman-teman semua untuk bergabung sebagai relawan yang menjadi pendamping anak-anak jalanan dalam kegiatan KADO - Karya Anak Indonesia.
Ini saatnya kamu beraksi untuk membuktikan kepedulianmu, tolong dibaca dulu ya

Pada tahun 2012, hasil survei yang dilakukan kepada 1000 anak jalanan menunjukkan bahwa lebih dari 500 anak memiliki mimpi untuk mendapatkan pekerjaan dan masa depan yang lebih baik, selain  itu mereka juka menginginkan berkembang dalam karakter yang positif.

Sahabat anak pada tahun 2013 ingin mengajarkan nilai-nilai agar anak-anak jalanan berani memperjuangkan impian mereka melalui kerja keras, kreativitas dan inovasi, ini sangat menjadi tantangan untuk kita.

Nah, lalu apa yang dapat anda lakukan?

Berikut undangan dari Sahabat Anak untuk kita semua 
Maukah anda menjadi seorang sahabat yang membantu anak-anak tersebut mewujudkan karya dan impian mereka? Mari bergabung bersama 250 voluntir lainnya mendampingi 500 anak marjinal di JaBoDeTaBek dalam acara KADO – Karya Anak Indonesia.

KADO adalah sebuah ajang kreativitas dan inovasi untuk mendorong aspirasi pengembangan diri anak-anak kaum marjinal. Kampanye yang akan dilakukan selama tahun 2013 ini mengangkat tema: “Aku Berharga, Aku Berkarya". Kampanye ini merupakan upaya melibatkan sebanyak mungkin masyarakat untuk melakukan Gerakan Sahabat Anak dalam mengadvokasi hak anak untuk berpartisipasi dalam pembangunan.


Program KADO terbagi menjadi 2 bagian besar, yaitu pengerjaan Proyek Impian: Aku dan Sekitarku, dimana kelompok-kelompok yang terdiri dari 10 anak dan 5 voluntir pendamping berproses menghasilkan suatu karya berupa produk, aksi atau pameran yang memiliki manfaat bagi lingkungan dalam waktu 2 bulan. Puncak acara KADO akan berlangsung pada Jambore Sahabat Anak XVII yang akan diadakan pada tanggal 24-25 Agustus 2013, dimana puluhan Proyek Impian: Aku dan Sekitarku akan dipamerkan dan dipresentasikan.


Kriteria dan syarat menjadi pendamping dapat dilihat dalam formulir. Bagi anda yang berminat dan memenuhi kriteria silahkan lengkapi Formulir Pendamping yang dapat diunduh di 
http://www.sahabatanak.org/attachments/article/236/Form%20Pendamping%20KADO2013.doc kembalikan melalui email ke volunteer@sahabatanak.com dan nantikan konfirmasi dari panitia.

Untuk informasi lebih lanjut, silahkan hubungi panitia di nomor-nomor berikut ini:


Mey : 0813 – 6161 - 2033

Theo : 0898 – 9187 - 240