Rabu, 20 Februari 2013

Anak Jalanan: Kehidupan yang Keras dengan Hati yang Lembut - Bagian 2

Street children: Hard Life with Gentle Heart - Part 2

Baiklah, lanjut lagi soal adik di jalanan yang saya temui beberapa waktu lalu.
Tadi malam, sebelum turun di perempatan Fatmawati, saya menyadari bahwa ada seorang Bapak tuna netra yang menjadi penumpang metromini yang sama dengan saya. Alangkah suudzonnya saya karena belum sampai di perempatan Fatmawati, supir dan kernet memutuskan untuk memindahkan penumpang ke mobil lain.
Mohon ampun atas buruk sangka tadi, karena rupanya Bapak tuna netra tadi diberikan hak khusus untuk diantar hingga perempatan Fatmawati dan saya ikut dengan mereka, hehe.
OK, PR saya selanjutnya adalah menjemput pahala sebagai yang bertanggungjawab-orang terakhir selepas Bapak tuna netra tadi turun dari metromini.
Tidak terbayang bagaimana keadilan Allah karena ia menciptakan makhluk dan melindungi mereka, saya saja dengan mata lengkap sungguh ngeri untuk menyebrang. Meskipun ada rambu-rambu, namun ada pula yang lebih suka melanggar rambu-rambu sehingga merugikan orang lain. Namun tetap saya merasa ada tanggungjawab untuk mengantar Bapak tadi hingga sampai di-setidaknya kendaraan yang ia tuju, kebetulan ia menuju lokasi yang sama dengan saya.
Kami menyebrang saat lampu merah menyala, di tengah perbatasan jalan kami berhenti karena lampu hijau masih menyala. Takjub sekali saya saat itu, karena adik-anak laki-laki (baca part 1) tadi bertanya kepada Bapak tuna netra itu
"Bapak mau ke manah?", adik itu bertanya
"Ke lebak bulus, siapa itu?", Bapak itu mencari sumber suara
"Adik yang biasa di perempatan Pak", saya menjawab.
Lampu merah, dengan lebih takjub lagi saya memperhatikan, sang adik berusaha menggapai tangan kiri Bapak tadi dan ia ikut mengantarkan. Betapa mulianya ia, bahkan saat lampu merah-yang seharusnya ia mengamen tapi ia antarkan Bapak yang padahal sudah ada yang membantu.
Bahkan adik itu ikut hingga ke sebrang sampai Bapak tadi menaiki angkutan umum.
Saya hanya bisa memberikan jempol dan senyuman kepadanya hingga Bapak itu bertanya kepada adik tadi
"Kamu sudah sekolah?"
namun ia tidak menjawab dan menghentikan mobil yang tetap ingin maju. Sampai ingin mengucapkan apresiasi untuk adik tadi, ia sudah hilang bagaikan malaikat. Ya, saya percaya, bahwa fitrahnya sebagai manusia yang suci masih ada, hanya apakah kita akan membiarkannya meninggalkan fitrah tersebut yang terkikis oleh lingkungan dan nasib?
Maka pelajaran yang saya dapatkan kali ini adalah
- Mereka masih memiliki hati untuk memberi
- Masih sempat untuk membantu mereka menjaga hati agar tidak larut oleh tuntutan kerasnya kehidupan mereka.

Masih ada lagi cerita lainnya dengan adik-adik yang hidup di jalanan tapi memiliki hati yang lembut, nantikan di tulisan ini bagian 3, insyaallah.

0 komentar: