Minggu, 10 Januari 2010

Kebijakan Pemerintah Megawati Soekarnoputri untuk Membeli Pesawat Sukhoi Jenis SU-27 dan SU-30 Serta Dua Unit Helicopter MI-35 Kepada Rusia, 2003

BAB I

PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang

Indonesia memiliki karakter politik luar negeri yang bebas aktif hingga saat ini, sebagaimana tantangan Muso yang mengajak RI untuk bekerjasana dengan Blok Timur, kemudian dijawab oleh Bung Hatta dalam pidatonya di hotel Borobudur 22 Januari 1975[1] bahwa Indonesia merupakan negara bebas yang tidak memihak blok manapun, namun tetap mengambil sikap dan aktif dalam memenuhi kepentingannnya sendiri.

Dalam pelaksananaan polugri tersebut tentunya Indonesia menghadapi berbagai tantangan, karena adanya kepentingan-kepentingan yang dimainkan oleh para actor politik sehingga arah polugri RI berubah-ubah.

Seorang Presiden tentu memilki peran yang penting dalam pembentukan politik luar negeri suatu negara. Indonesia hingga saat ini telah memiliki enam orang Presiden, lima orang laki-laki, dan satu orang perempuan. Perempuan itu kita kenal sebagai Megawati, sebagai putri dari salah seorang bapak Bangsa, yang juga pernah menjadi Presiden pertama Negara Kesatuan Republik Indonesia, Soekarno.

Pada masa kepemimpinan Megawati diwarnai dengan berbagai peristiwa domestic juga internasional yang berdampak pada proses pengambilan keputusan bagi RI, yang berupa kebijakan luar negeri.

Salah satu kebijakan controversial pada masa Megawati yaitu pembelian pesawat sukhoi jenis SU-27 dan SU-30 serta dua unit helicopter MI-35[2] kepada Rusia. Timbul lah berbagai reaksi, beberapa kalangan menganggap kebijakan tersebut tidak memikirkan nasib rakyat yang masih miskin, dan terdapat beberapa kejanggalan dan ketidak transparanan dalam proses pembelan, sedangkan pembelian tersebut tetap berjalan.

I.2 Pembatasan Masalah

Tulisan ini akan membahas mengenai kebijakan luar negeri yang dilakukan Megawati Soekarnoputeri dalam melakukan pembelian pesawat sukhoi jenis SU-27 dan SU-30 serta dua unit helicopter MI-35 kepada Rusia pada tahun 2003 Sedangkan kebijakan dan peristiwa lain juga dijabarkan pada masa itu karena memiliki kaitan dengan masalah yang muncul sebagai latar belakang keadaan dan juga reaksi dari kebijakan tersebut.

1.3 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang, maka permasalahan yang ingin dijawab adalah : “Faktor apa sajakah yang mempengaruhi Megawati Soekarnoputri untuk melakukan kebijakan pembelian pesawat sukhoi jenis SU-27 dan SU-30 serta dua unit helicopter MI-35 kepada Rusia?”, juga “Mengapa kebijakan tersebut menimbulkan kontroversi?”.

1.4 Tujuan dan Manfaat Penulisan

Tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk menjawab rumusan masalah di atas. Selain itu, makalah ini juga dibuat untuk memenuhi tugas mata kuliah Politik Luar Negeri RI.

Manfaat penulisan ini, yaitu diharapkan dapat menambah informasi bagi mahasiswa hubungan internasional khususnya dan masyarakat luas umumnya. juga diharapkan dapat mengerakkan keinginan para akademisi untuk melakukan penulisan dan penlitian terkait dengan tulisan ini.

1.5 Kerangka Dasar Pemikiran

Untuk menganalisa kebijakan luar negeri Indonesia dalam kepemimpinan Megawati secara umum, penulis menggunakan pendekatan kebijakan luar negeri (foreign policy) yang jika ditarik dalam dimensi makro, tentu akan berpengaruh pada politik luar negeri RI saat itu.

Ada tiga paradigma yang digunakan Graham Allison[3] dalam menganalisa politik luar negeri suatu negara, yaitu :

1. Model Aktor Rasional, yang dipengaruhi oleh para decision maker yang cenderung monolitik.

2. Model Proses Organisasional, yakni bahwa organisasi yang berbda pada suatu negara bertindak berdasarkan standar kapabilitas serta kebiasaan yang membatasi Presiden dan penasehatnya untuk menentukan pilihan.

3. Model Proses Birokratis, yaitu dalam pembuatan keputusan beberapa orang berkumpul untuk membuat keputusan-keputusan yang penting, yang menghadirkan intrik-intrik birokratis sehingga memunculkan reaksi apa yang harus dilakukan negara.

Selain itu, K.J.Holsti[4] mengatakan bahwa kebijakan luar negeri merupakan tindakan atau gagasan yang dirancang oleh pembuat kebijakan untuk memecahkan masalah atau mempromosikan suatu perubahan dalam lingkungan melalui kebijakan, sikap atau tindakan negara lain, baik dalam hal militer, ekonomi. dan energi, teknik, lingkungan, cultural juga kemanusiaan.

Kebijakan luar negeri dalam perumusannya dipengaruhi oleh beberapa hal, seperti yang disebutkan oleh James N. Rossenau[5] yang menyatakan lima variable dapat mempengaruhi pembuatan politik luar negeri suatu negara yaitu :

1. Variabel Ideosinkretik, berkaitan dengan karakter psikologis dan image pembuat keputusan.

2. Variabel Peranan, sebagai peraturan-peraturan perilaku yang diharapkan seseorang sesuai dengan pekerjaannya.

3. Variabel Birokratis, meliputi struktur dan proses pemerintahan yang berjalan serta dampaknya bagi polugri.

4. Variabel Nasional, meliputi atribut nasional yang mempengaruhi hasil politik dalam negeri, seperti yang dirincikan oleh Coulombus dan Wolfe[6] mencakup :

a. Variabel lingkungan, meliputi keadaan geografis, sumber daya alam, dan luas wilayah.

b. Variabel kependudukan, seperti jumlah pendudukdan lainnya dengan riset empiris.

c. Variabel politik, mencakup system politik yang dianut oleh suatu negara.

d. Variabel ekonomi, mengenai seberapa besar misalnya pengaruh perspektif kapitalis atau komunis dalam proses pembuatan kebijakan perekonomian suatu negara.

e. Variabel Sosial, mengidentifikasi system social mayarakat, seperti kelas social, ras, budaya atau agama dan pengaruhnya bagi kebijakan luar negeri suatu negara.

5 Variabel Sistemile, yang memperhatikan adanya variable eksternal yang mempengaruhi keputusan polugri suatu negara.

Secara umum, kebijakan luar negeri Indonesia dalam kepemimpinan Megawati dipengaruhi oleh keadaan internal dan eksternal negara yang harus dihadapi saat itu, yakni popularitas isu terorisme yang semakin meningkat, sehingga berpengaruh bagi citra Indonesia di mata Internasional. Pada masa ini pun, Indonesia ditantang untuk membutktikan eksistensi politik luar negeri bebas-aktifnya baik dalam tingkat regional maupun internasional.

BAB II

ISI

II.1 Biografi Singkat Megawati Soekarnoputri

Perempuan bernama lengkap Dyah Permata Megawati Setiawati Soekarnoputri ini lahir sebagai puteri kelima di Yogyakarta tanggal 23 Januari 1947. Ia menghabiskan masa pendidikan dari SD hingga SMA di Perguruan Cikini, sedangkan masa Perguruan Tinggi hanya dirasakannya dua tahun (1965-1967) di Fakultas Pertanian UNPAD Bandung, karena Soekarno ayahnya sakit[7].

Namun demikian ia kemudian merintis karier dalam bidang politik di Indonesia dan bergbung dalam Partai Demokrasi Indonesia dan berjodoh dengan Taufik Kiemas-aktifis partai yang sama, lalu ia menjadi Ketua Umum dalam Partai tersebut sejak tahun 1993 hingga partai tersebut berubah menjadi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) yang berhasil melambungkan namanya hingga ia terpilih sebagai Presiden perempuan pertama, masa jabatan 23 Juli 2001 hingga 20 Oktober 2004 menggantikan KH. Abdurrahman Wahid (Gusdur) dengan membentuk kabinet Gotong Royong.

II.2 Karakter Kepemimpinan Megawati Soekarnoputri

Menurut William Marson, ada empat tipe pemimpin[8] yang dapat dikelompokkan, yaitu tipe D (Dominance), I (Influencing ), S (Steadiness), dan C (Compliance). Dari tipe tersebut, Megawati termasuk tipe C, karena ia cenderung emosional, kurang konsisten, cukup demokratis (leissez-faire), pendendam, hanya dapat berkomunikasi dengan orang yang ia kenal dan tak mau repot.

Hal ini terbukti karena dalam beberapa proses pengambilan keputusan, ia menyerahkan kepada tiap bawahannya untuk memutuskan sendiri sesuai tugas masing-masing[9], gaya komunikasinya termasuk high context culture sehingga sulit dipahami, ia lebih sering membahas masalah “perempuan” dibanding masalah negara. Ia juga kurang menerima kritik mahasiswa dan media. Juga ia mengingat musuh sebagai musuh (tidak datang saat SBY dilantik).

II.3 Tantangan Domestik dan Internasional yang Harus Dihadapi Megawati Soekarnoputri

Keadaan domestic saat itu, Pemerintahan Gusdur lewat poros tengah, tidak banyak memperbaiki keadaan Indonesia. Megawati sendiri sebagai Wapres saat itu, belum merasa siap untuk menggantikan Gusdur[10]. Namun, berdasarkan UU ia harus maju menggantikan Gusdur. Sedangkan perekonomian Indonesia saat itu masih terlilit hutang warisan Orde Lama pada IMF. Lalu terjadinya tuntutan daerah Aceh dan Papua untuk memisahkan diri dari NKRI, selain itu intrik politik mulai terjadi, untuk menghadapi pemilu 2004, lepasnya pulau Sipadan-Ligitan, ditambah terjadinya aksi terorisme di Kedutaan Besar Australia, Bom Bali I dan II, Atrium, dan hotel JW.Marriot[11].

Sedangkan dunia internasional saat itu ramai menyoroti masalah terorisme terutama Amerika Serikat pasca serangan 911, masalah profilerasi nuklir Irak dan Korut, juga menguatnya dukungan bagi Palestina untuk berdaulat.

Hal ini sangat dilematis sekali karena berbagai usaha diplomasi harus dilakukan dalam waktu yang bersamaan dengan terbatasnya tenaga diplomatic yang capable saat itu baik dalam cabinet maupun Departemen Luar Negeri. Sehingga Megawati turun ke berbagai negara untuk melakukan diplomasi secara ekstensif walaupun menuai kritik mengenai substansi dan frekuensi kunjungan[12].

Pada satu sisi Indonesia sebagai negara muslim terbesar di dunia harus menciptakan citra baik, khususnya terhadap Barat yang sedikit sekali berinvestasi di Indonesia dan bahkan Amerika Serikat belum mencabut status embargo militer. Sedangkan di sisi lain, Indonesia harus mempertahankan kelangsungan perekonomiannya, ditenggah menguatnya supply produk dalam negeri dan menurunnya demand di luar negeri, salah satunya dengan melakukan transaksi perdagangan imbal beli dengan Rusia (Timur).

II.4 Kontroversi Kebijakan Imbal Beli dengan Rusia tahun 2003

Imbal beli merupakan suatu mekanisme perdagangan-dalam hal ini internasional, dimana alat pembayarannya terdiri dari senilai uang dan komoditas, berdasarkan harga yang ditetapkan bersama secara kredit.

Dalam hal ini, pembelian dua unit pesawat sukhoi jenis SU-27 dan SU-30 dan dua unit helicopter MI-35, bernilai sekitar 1 triliun rupiah, dibayar dengan uang muka 12.5%[13] dan sisanya diangsur selama 24 bulan berupa imbal dagang produk pertanian Indonesia seperti kedelai dan kelapa sawit.

II.4.1 Kontra Kebijakan

Hasil dari kunjungan Megawati ke Rusia, yakni dengan adanya Perjanjian pembelian dua unit pesawat sukhoi jenis SU-27 dan SU-30 dan dua unit helicopter MI-35 yang ditandatangani oleh, Rini Suwandi sebagai project officer yang ditunjuk oleh Sudar S.A sebagai Dirjen Perdagangan Luar Negeri sekaligus juru runding RI dalam pembelian tersebut dan Dirut Bulog, Widjanarko Puspayu, disaksikan langsung oleh Megawati pada 22 April 2003 di Moskow[14].

Sedangkan hingga bulan Juli Panglima TNI Jenderal TNI Endriartono Sutarto dan Juru bicara Dephan, Marsekal Pertama Azis Manaf menyatakan bahwa mereka tidak mengetahui proses imbal beli tersebut. Hal ini menunjukkan telah terjadinya pelanggaran UU No.3 tahun 2002 tentang pertahanan negara, pasal 16 ayat 6 yang menyatakan bahwa :

Menhan menetapkan kebijakan penganggaran, pengadaan, perekrutan, pengelolaan sumber daya nasional serta pembinaan tekhnologi dan industri pertahanan bagi Tentara Nasional Indonesia[15].

Hal ini dikuatkan dengan pernyataan Komisi I DPR, bahwa Dephan tidak menganggarkan untuk Sukhoi, sehingga hak bujet DPR telah dilangkahi.

Pihak yang terlibat dalam transaksi tersebut, tidaklah relevan dengan fungsi seharusnya karena tidak adanya koordinasi secara terstruktur. Maslahnya lagi adalah Megawati dan Rini Suwandi memiliki kedekatan khusus, padahal ia tak adapat menjawab pertanyaan wartawan yang menanyakan harga per-unit dari peralatan militer tersebut, sehingga dugaan terjadinya mark up dana semakin besar.

Ditambah lagi, banyak pengamat ekonomi yang mengkritik bahwa Perum Bulog melakukan pinjaman kepada Bank Bukopin senilai 26 juta U$ (220 miliar), hal ini menurut Fadhil Hasan sebagai Direktur Indef, telah menyalahi legal lending limit (batas maksimum pemberian kredit), karena modal yang disetor Bank Bukopin saja hanya 290 milyar, sedangkan batas maksimun kredit yaitu dibawah 70% dari modal, hal ini telah menyalahi UU Perbankan dan ketentuan BMPK[16].

Dalam APBN 2003[17] tidak ada alokasi dana untuk pembelian senjata dari Rusia terhadap Depkeu, sehingga Budiono sebagai Menkeu saat itu mengusulkan untuk menggunakan dana APBN yang seharusnya untuk bencana dan cadangan umum.

Dilengkapi pula dengan aksi unjuk rasa ratusan petani yang teregabung dalam Solidaritas Petani Jawa Barat. Mereka mengecam kebijakan Pemerintah agar memperhatikan kesejahteraan rakyat dengan memprioritaskan anggaran untuk membeli gabah petani yang harganya menurun drastic, sedangkan impor beras dari luar negeri masih dilakukan dengan alasan kemarau panjang. Mereka menuntut dikembalikannya fungi Bulog[18] sebagai lembaga ketahanan pangan untuk menstabilkan harg dan pengadaan pangan.

Sehingga dapat dikatakan bahwa kesalahan pemerintah terletak pada pertama, perundingan RI-Rusia yang tertutup, rahasia dan kilat. Kedua, Pemerintah telah melanggar beberapa perundang-undangan yang ada. Ketiga, pihak yang terlibat kurang kompeten dalam bidangnya, sebagai bukti bahwa Kepala staf AU Marsekal Chepy Hakim mengatakan[19] bahwa tidak ada rencana TNI-AU membeli sukhoi karena pesawat tersebut dinilai berkulitas buruk.

II.4.2 Pro Kebijakan

Pemerintah berargumen bahwa imbal beli tersebut dikarenakan adanya metode baru dalam pembelian yang dapat membantu mempromosikan ekspor non-migas RI[20], untuk menambah devisa negara.

Selain itu, TNI AU dianggap tidak memiliki alat militer canggih selama Indonesia masih diembargo militer oleh AS yang menyebabkan peralatan militer Indonesia tidak dapat difungsikan secara optimal, sehingga diperlukan peralatan tempur untuk mengantisipasi pelanggaran batas wilayah darat, laut, dan udara RI yang menimbulkan nilai kerugian yang tidak sedikit.

Secara ekonomi Megawati menjelaskan[21] bahwa hal tersebut kurang berpengaruh karena dibuktikan dengan penurunan jumlah penduduk miskin, pertumbuhan ekonomi dan peningkatan pendapatan perkapita (tahun 2001 0,7 juta lebih besar dari tahun 2000). Hal ini menunjukkan prestasi[22] kebijakan Megawati untuk menjaga citra kemandirian RI tanpa harus memberatkan APBN dan unjuk gigi pada AS.

Sedangkan Panglima TNI Sutarto[23] kemudian berbicara lagi bahwa proses imbal beli ini tidak melanggar prosedur anggaran pertahanan negara sebab pembelian tersebut telah disetujui Dephan agar melalui Perum Bulog.

Sebetulnya kebijakan pembelian sukhoi telah ditetapkan sejak tahun 1997, dengan anggaran yang bersumber dari Dephan, namun terhambat oleh krisis ekonomi saat itu. Maka, ketika Rusia menawarkan imbal dagang, pemerintah mempertimbangkan keadaan supply yang menekan harga komoditi Indonesia sehingga diambil langkah comercial market[24] sehingga anggaran yang digunakan tahnun 2003 berasal dari Bulog. Hubungan RI-Rusia semakin meningkat[25] dengan adanya kerjasama seperti ini sebagai suatu bentuk realisasi.

Kesepahaman antara DPR dan ksekutif pun telah terjadi sehingga permasalahan ini dianggap sudah jelas.

II.5 Analisa Kebijakan

Dalam membuat suatu kebijakan luar negeri, tentu mempertimbangkan factor domestic. Saat itu, terjadi penurunan nilai IHSG karena pengaruh isu terorisme, dan juga keguncangan rupiah terhadap dolar, juga hutang negara yang masih menumpuk.

Hal ini mendsak pemerintah untuk berupaya memperbaiki citra maupun keadaan dalam negeri, terlebih kepercayaan rakyat saat itu sedang terombang ambing menjelang Pemilu 2004.

Seorang Megawati dalam pengambilan kebijakan ini, terlihat menikmati perannya sbagai Presiden dengan mengutus Rini S. yang dekat dengannya secara pribadi, dengan membuat suatu keadaan yang harus diterima (fait akompli) dan merasa sebagai eksekutif dengan wewenang veto[26].

Namun, karena hubungannya yang tidak harmonis dengan media, maka kemudian banyak berita yang semakin mengkritik pemerintahannya. Seperti yang dikatakan oleh Napoleon Bonaparte[27] bahwa pena lebih berbahaya daripada seribu bayonet. Sehingga persoalan semacam ini dapat membuat kepercayaan rakyat luntur[28] dan tak lagi memilihnya sebagai Presiden pada periode berikutnya. Proses komunikasi Megawati sangat menghambat penyelesaian permasalahan.

Prioritas pembangunan saat itu lebih memilih pada militer yang merugikan petani, daripada proyek infrastruktur yang lebih mengutamakan rakyat banyak.

Selain itu, Soesastro Hadi[29] mengatakan bahwa belum adanya perumusan strategi yang jelas mengenai factor ekonomi, dalam arti, peran, dan kepentingannya dalam politik luar negeri Indonesia. Hal ini sejalan dengan adanya tindakan yang dilakukan oleh pemerintah dan DPR yang kurangnya koordinasi dan komunikasi, sehingga menyebabkan kebingungan bagi rakyatnya.

Bahkan, abgi pemerintah dan DPR sendiri, hal ini dibuktikan dengan pernyataan DPR yang tidak berubah, sebelumnya tidak sepkat menjadi sepakat setelah melakukan siding yang waktunya berjauhan setelah Perjanjian imbal beli dilaksanakan.

BAB III

PENUTUP

III.1 Kesimpulan

Kebijakan pembelian pesawat sukhoi jenis SU-27 dan SU-30 serta dua unit helicopter MI-35 kepada Rusia dipengaruhi oleh factor-faktor sebagai berikut : Pertama kepemimpinan Megawati sebagai actor utama berserta segala karakter dan pola komunikasinya yang tidak efektif. Kedua, adanya pengaruh keadaan dalam negeri yang sangat kompleks, yakni terjadinya aksi terrorisme, keadaan politik yang akan menuju Pemilu dan bahkan hal yang sangat penting yaitu masalah perekonomian negara yang harus diselamatkan, sehingga konsentrasi para actor politik pun terpecah.Ketiga, pengaruh persoalan internasional yang sedang menyorot Indonesia, terlebih Pasca secarangan 911 di AS yang sebelumnya tlah sensitive dengan memperlakukan embargo militer pada Indonesia. Keempat yaitu, mempertahankan citra negara dengan politik bebas aktif, tidak memihak barat atau timur, agar posisi Indonesia dalam percaturan Internmasional semakin dianggap.

Kebijakan pembelian pesawat sukhoi jenis SU-27 dan SU-30 serta dua unit helicopter MI-35 kepada Rusia menimbulkan kontroversi karena menunjukkan terjadinya saat –saat dimana pemimpin harus memutuskan sesuatu yang tegas demi kepentingan negara secara terkoordinasi. Namun tidak adanya keterbukaan dan koordinasi yang terstruktur sehingga Pemerintah terkesan tak tegas. Selain itu juga kurangnya proses komunikasi yang efektif, bukan hanya bagi kalangan eksekutif dan legislative aja, tapi juga bagi rakyat dan juga media masa.

DAFTAR PUSTAKA

Buku dan Tulisan :

· Ayu, Rindu. Syarifah Ida Farida. Laporan Hasil Penelitian Universitas Al Azhar Indonesia-Perkembangan Politik Luar Negeri Indonesia Era Reformasi. Jakarta, 2009.

· Djelantik, Sukawarsini. Diplomasi antara Teori dan Praktik. Yogyakarta , Graha Ilmu : 2008.

  • Jenny, N.Harjanto. Mempererat Hubungan RI-Rusia, 2007.

· Lesmana, Tjipta. Dari Soekarno sampai SBY-Intrik & Lobi Penguasa. Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama, 2009.

· J, Philips Vermonte. Demokratisasi dan Politik Luar Negeri Indonesia : Membangun Citra Diri. Jakarta : CSIS, 2005.

· Mochtar, Kustiniati. Mohamad Roem - Diplomasi Ujung Tombak Perjuangan RI. Jakarta : PT Gramedia, 1989.

· Soerapto, R. Hubungan Internasional : Sistem, Interaksi dan Perilaku, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1997.

· Soesatro, Hadi. Faktor Ekonomi dalam Politik Luar Negeri Indonesia. Jakarta : CSIS, 2005.

· ________, Politik Zig zag Megawati, 2007.

Internet :



[1] Mochtar, Kustiniati. Mohamad Roem - Diplomasi Ujung Tombak Perjuangan RI. Jakarta : PT Gramedia, 1989, hlm 84.

[2] http://www.suaramerdeka.com/harian/0306/23/nas9.htm , diakses pada 26 November 2009 pukul: 20.20.

[3] Soerapto, R. Hubungan Internasional : Sistem, Interaksi dan Perilaku, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1997, hlm 200-201.

[4] Ayu, Rindu. Syarifah Ida Farida. Laporan Hasil Penelitian Universitas Al Azhar Indonesia-Perkembangan Politik Luar Negeri Indonesia Era Reformasi. Jakarta, 2009.

[5] Ibid.Soerapto, R., hlm189-197.

[6] Ibid.Soerapto, R., hlm195-197.

[7] Ibid. Ayu, Rindu. Syarifah Ida Farida. hlm 29.

[8] Lesmana, Tjipta. Dari Soekarno sampai SBY-Intrik & Lobi Penguasa. Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama, 2009.

[9] Ibid. Lesmana, Tjipta.

[10] Ibid. Lesmana, Tjipta.

[11] ________, Politik Zig zag Megawati, 2007.

[12] J, Philips Vermonte. Demokratisasi dan Politik Luar Negeri Indonesia : Membangun Citra Diri. Jakarta : CSIS, 2005. hlm 35.

Negara atau lokasi yang dikunjungi Megawati diantaranya : Rusia, Jepang, Malaysia, New York (menyampaikan Pidato dalam Majelis Umum PBB), Rumania, Polandia, Hongaria, Bangladesh, Mongolia, Vietnam, Tunisia, Libya, dan China.

[13] Ibid. Lesmana, Tjipta.

[14] Ibid. Lesmana, Tjipta.

[15] Ibid. Lesmana, Tjipta.

[17] [17] Ibid. Lesmana, Tjipta.

[18] http://www.gatra.com/2003-07-08/artikel.php?id=29848, diakses pada 25 November pukul:21.05.

[19] Ibid. Lesmana, Tjipta.

[20] http://www.politikindonesia.com/readhead.php?id=352&jenis=plt,diakes pada : 25 Maret 2009, pukul ; 21.30.

[22] http://forum.detik.com/showthread.php?t=57109 , diakses pada 25 November 2009, pukul ; 21.00.

[23] http://202.146.5.33/utama/news/0307/04/133044.htm ,diakses pada 25 November 2009, pukul 20.50.

[25] Jenny, N.Harjanto. Mempererat Hubungan RI-Rusia, 2007.

[26] Ibid. Lesmana, Tjipta.

[27] Djelantik, Sukawarsini. Diplomasi antara Teori dan Praktik. Yogyakarta , Graha Ilmu : 2008.

[28] http://www.pelita.or.id/baca.php?id=12013, diakses pada 25 November 2009 pukul 21.10.

[29] Soesatro, Hadi. Faktor Ekonomi dalam Politik Luar Negeri Indonesia. Jakarta : CSIS, 2005.

4 komentar:

blogger mengatakan...

http://groups.google.com/group/rec.aviation.military/msg/b1b5f1eea46dca1a
http://groups.google.com/group/rec.aviation.military/msg/f55ecc25505c30a2
http://groups.google.com/group/rec.aviation.military/browse_thread/thread/2cc65f19ee6c2d24/f55ecc25505c30a2?lnk=raot#f55ecc25505c30a2

putrafajar mengatakan...

Untuk mengukur “ketokohan” dan “kepemimpinan” seseorang, bersabarlah sampai waktu mengujinya.

Tentang Megawati, bacalah :
1.Buku “MEGAWATI, ANAK PUTRA SANG FAJAR”, terbitan Gramedia Pustaka Utama, dengan Editor : August Parengkuan (Redaktur Senior KOMPAS). Editor memaparkan bahwa buku ini mengupas kepemimpinan Megawati, bukan hanya sebagai Presiden, melainkan juga sebagai pemimpin bangsa . Selama menjadi Presiden, Megawati mau mengambil tanggung jawab menyelesaikan masalah bangsa (KOMPAS, Jumat 17 Februari 2012 halaman 2 : “JALAN SUNYI MEGAWATI”)

2.Buku “EMPAT PILAR, UNTUK SATU INDONESIA”, terbitan MPR RI. Budiarto Shambazy (wartawan senior KOMPAS, pengasuh acara BigBaz di KompasTV) menyatakan : “ Sama seperti Megawati Soekarnoputri yang berjuang habis-habisan mempertahankan politik yang berprinsip, Taufiq memilih jalan yang relatif sepi……… Tidak heran mereka tetap akan menjadi sorotan sampai tahun pemilu-pilpres. Apalagi, sejumlah jajak pendapat belakangan ini menempatkan Megawati sebagai capres dengan elektabilitas tertinggi … ” (KOMPAS, Sabtu, 25 Februari 2012 halaman 15 : “PAK TAUFIQ, WE SALUTE YOU”)

sayangkalyantiga mengatakan...

Terimakasih Pak atas komentarnya, sangat inspiratif dan membangun :)

putrafajar mengatakan...

Tunggu sampai waktu yang akan bicara : Ibu Ani Yudhoyono puji Megawati sebagai contoh bagi perempuan Indonesia : http://www.tribunnews.com/nasional/2013/11/14/ani-yudhoyono-puji-megawati-sebagai-contoh-teladan-bagi-perempuan