Minggu, 28 Juni 2009

Individu yang Bersatu Sebagai Senjata Dalam Memerangi Narkoba


Banyak di antara kita yang sebatas tahu bahwa narkoba hanya merupakan merupakan zat yang berbahaya, padahal pemahaman akan narkoba sangatlah penting. Narkoba-singkatan dari NARkotika, psiKOtropika dan Bahan Adiktiflainnya merupakan zat-zat alami atau kimiawi yang dapat mempengaruhi pikiran, perasaan, dan perilaku seseorang jika zat-zat tersebut dimasukkan ke dalam tubuh (Modul untuk Remaja, BNN 2007). Narkoba tidak berbahaya jika penggunaannya sesuai, yakni untuk keperluan medis dan ilmu pengetahuan yang diatur dalam Undang-undang (di Indonesia). Namun realitanya, narkoba telah disalahgunakan sehingga dampaknya menjadi sangat berbahaya.

Penyalahgunaan narkoba berbahaya, karena narkoba dapat merangsang atau menekan atau membuat otak sebagai syaraf pusat berhalusinasi sehingga syaraf pusat dan organ tubuh lainnya terganggu, rusak dan tidak dapat berfungsi. Seorang individu akan kehilangan control diri dan bahkan terancam kematian jika terus menerus memakai narkoba karena tidak mampu menahan rasa sakit saat ketagihan dan tidak dipenuhi dan over dosis (OD). Bahkan penggunaan jarum suntik dalam pemakaian narkoba menyumbang 42,3 % (Media Indonesia, Maret 2009) dari penderita HIV/AIDS di Indonesia.

Selain itu, individu yang telah terjerat narkoba akan kehilangan fungsinya dalam keluarga, masyarakat, bangsa dan negara. Nama baik keluarga akan tercemar, reputasi sekolah atau kampus atau kantor akan menurun, pembatasan pergaulan oleh masyarakat akan terjadi dan terkikisnya budaya bangsa sebagai akumulasi dari dampak penyalahgunaan narkoba yang kemudian melemahkan ketahanaan nasional suatu bangsa akibat karakter tersebut. Hal ini menunjukkan bahwa rantai setan narkoba dapat menyeret masa depan bangsa ke dalam jurang kesesatan.

Jika digambarkan, masalah narkoba menyerupai piramida, di mana hanya sedikit kasus yang muncul ke permukaan, namun akar-akar rumputnya mengikat berbagai lapisan masyarakat, tanpa membeda-bedakan usia, jenis kelamin dan pekerjaan. Bahkan ada pula pejabat pemerintah (Media Indonesia, Mei 2009)yang tidak hanya melakukan penyalahgunaan narkoba, tapi juga melakukan penyalahgunaan jabatannya.

Sangat disayangkan pula bahwa dari data Mabes Polri tahun 2007 saja menunjukkan bahwa usia produktif memiliki jumlah paling besar baik sebagai pengguna, maupun tersangka pengedar narkoba. Sedangkan usia yang memiliki kecenderungan untuk menggunakan narkoba yaitu pada masa remaja, saat terjadi pertumbuhan dan perubahan secara psikologis dan biologis, saat pencarian jati diri dimulai dengan emosi yang belum dapat dikendalikan, dengan rasa ingin tahu yang besar, dan hasrat utnuk dapat diterima dalam lingkungan tempat remaja bersosialisasi, ditambah lagi jika terjadi kesalahpahaman antara remaja tersebut dengan orang-orang terdekat (keluarga dan teman) yang membuat remaja tidak dapat memikirkan hal positif tentang dirinya, lingkungan dan kehidupannya, sehingga masa ini sangatlah rawan bagi remaja untuk dapat terseret arus menuju lautan narkoba.

Bahaya narkoba, bukan hanya bagi Indonesia saja, narkoba merupakan ancaman global dan dapat dikatakan pula sebagai “penjajah era-baru” yang korbannya mencakup masyarakat global, karena dalam persebarannya melibatkan transnational actors yang melakukan criminal crimes dengan mengupayakan agar illegal trafficking yang mereka lakukan sukses, di mana berdasarkan buku Advokasi penyalahgunaan narkoba BNN tahun 2007 menyatakan bahwa permasalahan narkoba mencakup illicit drug production (produksi gelap narkoba), illicit drug trafficking (perdagangan gelap narkoba), dan drug abuse (penyalahgunaan narkoba).

Bagi Indonesia, dengan lokasi yang sangat strategis secara geografis, yakni berada di antara dua Samudera (Hindia dan Pasifik) dan di antara dua Benua (Asia dan Australia), maka lalu lintas perdagangan internasional sangat ramai terjadi. Lalu Indonesia juga merupakan negara kepulauan yang luas dengan jumlah penduduk terbesar keempat di dunia, juga letak Indoesia yang dekat dengan wilayah Golden Cresent (Bulan sabit emas) dan Golden Triangle ( Segi Tiga Emas ) yang merupakan daerah penghasil opium terbesar di dunia, hal ini memberikan kesempatan bagi sindikat perdagangan narkoba internasional untuk menjadikan Indonesia sebagai target “empuk” pemasaran narkoba yang memang menjanjikan pendapatan yang “menggiurkan”, sehingga mereka melakukan penyelundupan-penyelundupan narkoba melalui jalur darat, laut dan udara, bahkan tak jarang dengan bantuan dari “orang dalam” Indonesia sendiri, yang tergoda dengan “iming-iming” materi tersebut demi kantong pribadi tanpa memikirkan nasib bangsa.

Permasalahan narkoba tentunya menyeret permasalahan lain, yakni masalah ekonomi, social, budaya, kesehatan, hukum dan keamanan.

Dalam hal ekonomi, data dari BNN tahun 2007 menunjukkan biaya yang digunakan untuk mengkonsumsi narkoba merupakan biaya konsumsi terbesar dengan nilai mencapai Rp 11,3 Triliun dengan angka kematian dari pecandu narkoba sebesar 15 % tiap tahunnya - yang jika dititung-hitung maka setiap hari ada sekitar 40 orang yang meninggal dunia karena narkoba. Dalam hal social, yakni akibat kebutuhannya akan narkoba, seseorang akan melakukan tindakan apapun, yang merugikan dirinya sendiri maupun orang lain, misalnya dengan menjual tubuh, atau mencuri barang-barang yang bukan miliknya, atau justru seorang pecandu akan mengajak teman-temannya untuk ikut bersamanya mencoba narkoba hingga kecanduan. Dalam hal budaya, nilai-nilainya, lama kelamaan dapat terkikis seiring dengan perkembangan zaman, ditambah dengan apatisnya orang-orang yang mencandu narkoba terhadap lingkungan, dan bisa jadi hal tersebut menjadi kebiasaan dari masa ke masa yang membuat nilai-nilai kebudayaan luntur. Dalam hal kesehatan, jelas sekali penyakit-penyakit yang timbul akibat narkoba, selain penyakit kejiwaan, penyakit fisik lainnya yaitu kanker, kelainan seksual, rusaknya jantung, paru-paru dan lainnya yang sangat mahal sekali biaya pengobatannya dan bahkan tidak sedikit yang tidak dapat diobati kembali. Dalam penegakan hukum, tak dapat dipungkiri bahwa aktifitas pencucian uang dalam kejahatan narkoba sangat sulit untuk dibuktikan, sehingga dalam penanganan segala bentuk kejahatan narkoba yang jumlahnya sangat banyak namun tak namapak tersebut dibutuhkan kekuatan yang besar dalam pemberantasannya. Dalam hal kemanan, hasil dari penjulanan narkoba dapat dignakan sebagai “modal” untuk membentuk angkatan bersenjata sendiri atau sebagai biaya untuk melakukan pemberontakan seperti yang terjadi di negara Myanmar.

Meskipun di dunia telah ada badan yang menangani masalah narkoba - yaitu United Nation Office on Drugs and Crime (UNODC), dan kesepakatan regional untuk memberantas narkoba (ASEAN bagi Indonesia ) namun usaha untuk tersebut tidak akan berhasil tanpa didukung oleh tekad dan keinginan kuat dari semua pihak, dimulai dari individu yang menjalankan peranannya. Pelajar agar belajar dengan tekun untuk mencapai cita-cita, dan tak malu untuk berkonsultasi akan permasalahan yang dialami kepada orang-orang yang tepat seperti orang tua atau guru pembimbing, lalu orang tua harus menjalankan fungi keluarga yang utama dengan akan pola komunikasi yang baik antara orang tua dan anak-anaknya dengan memberikan kegiatan alternative bagi anak-anaknya dalam mengisi waktu, guru agar selalu siap dalam menengarkan dan mambantu permasalahan siswa-siswinya. Para pejabat berwenang pun harus bertugas sesuai dengan kewajiban dan haknya., dan semua pihak yang tidak disebutkan harus meliliki kesadaran moral.

Dimulainya dari individu, maka akan merembet kepada masyarakat, komunitas dan kemudian bangsa dan negara, terlebih Inonesia patut bersyukur karma telah ada badan yang menangani masalah narkoba secara nasional, selain itu juga banyak lembaga nirlaba yang concern terhadap pencegahan, maupun tempat rehabilitasi penggunaan narkoba, bahkan ada di antara panti rehabilitasi tersebut yang terbesar se-Asia Tenggara dengan memberikan pelayanan secara gratis sebagai upaya memberantas dan mengurangi kejahatan narkoba demi mewujudkan Indonesia bebas narkoba 2015, kita semua pasti bisa!.

0 komentar: