|
Persiapan Sebelum berangkat, saat masih bersemangat. |
|
|
|
|
|
Tidak pernah
saya sangka bahwa saya akan mendaki
gunung (yang sesungguhnya karena sebelumnya hanya sekedar naik dan tidak
banyak mendaki). Awalnya saya berpikir untuk apa, akan tetapi setelah merasakan
sensasinya, saya merasa setidaknya kita perlu merasakan pengalaman mendaki
gunung satu kali seumur hidup. Ini merupakan pengalaman pertama saya mendaki track yang tadinya saya anggap tidak
mungkin, meskipun bagi beberapa orang ini merupakan hal yang biasa, tapi saya
ingin berbagi hal-hal yang luar biasa dari perjalanan saya ini.
Siang itu di
tengah mendung saya berangkat dari rumah dalam perjalanan, hujan deras. Saya
pun melakukan simulasi langsung-jika nanti dalam pendakian hujan-sambil menuju
titik keberangkatan kami. Rempong memang, akan tetapi bawaan yang banyak ini
lebih mengarah pada antisipasi. Sesampainya di titik kumpul, rekan-rekan dari
luar kota sudah banyak yang terlelap, maklum hujan meninabobokan sekali. Hingga
6 jam kemudian kami baru dapat berangkat. Beruntung perempuan mendapatkan bus
salah satu BUMN yang nyaman dengan fasilitas terminal, karaoke dan tv flat,
meskipun dalam hati saya mempertanyakan kesetaraan gender karena rombongan
laki-laki menggunakan tronton.
Perjalanan
tidak lancar, karena perbaikan jalan serta cuaca yang mengharuskan kami
berhati-hati menuju kota di Jawa Barat. Pukul setengah satu pagi kami tiba di camp-yang telah tertata rapi, siap
disinggahi, tadinya saya sudah underestimate
karena merasa kurang tertantang, tetapi setelah ini justu saya merasa amat
sangat(pemborosan kata mode on) tidak percaya. Saya berada dalam kelompok 6
dengan 14 orang anggota. Sebelumnya kami
sempat berkenalan sambil menunggu di titik keberangkatan sambil memperhitungkan persiapan dan logistik kami
selama 4 hari ke depan. Tidak disangka, perbekalan kami lebih dari cukup untuk
mendirikan warung, hha.
Pagi hari
kedua, kami sarapan bersama dengan
perbekalan yg telah disiapkan oleh panitia (saya sempat diledek rekan setenda saya, Arti (Namanya Tri, tapi gaulnya Arti
atau Menjadi Lebih Berarti-> fb-nya
dan Sehaa (yang tidak mau dipanggil Siti-.- dan ejaan panggilan gaulnya
baru saya ketahui saat saya menemukan cincinnya yang sempat hilang dan terselip
di tas Adit)karena pernyataan saya yang mengira makan malam kami setelah sampai
adalah makan terlezat terakhir selama 4 hari ke depan-ternyata masih ada
sarapan ini).
Kejutan Pertama
Kami menunggu
seorang anggota kami yang kami kira hanya beberapa tahun lebih senior dari
kami, tapi ternyata, Beliau seusia dengan orang tua kami dan seterusnya kami memanggilnya dengan sebutan
Ayahanda/Papi Imam. Kelompok kami mempercayakan Adit-yang kali ini merupakan
pengalaman pertamanya dalam mendaki gunung sebagai Ketua kelompok. Setelah
upacara pembukaan, Kami bersiap untuk mendaki didampingi oleh seorang pemandu
sebut saja Mr. Arja (Arti, 2012 Kak Arja sangat irit bicara.Tapi dalam saat
bicara, hhe-selamat ya Adit akan
petuah dari Kak Arja cynnn) setelah kami
melakukan pembagian logistik dengan menambah serta mengurangi beberapa
perlengkapan yang diperlukan dengan meminjam dan menitipkan kepada
penyelenggara dan mengatur formasi posisi barisan.
Kejutan Kedua
Baru sekitar 100 meter mendaki,
kami sudah lelah dan haus, tapi seorang teman mengingatkan agar jangan terlalu
banyak minum karena dapat mebuat lemas. Saat itu, area yang kami lalui masih
dapat dilalui oleh motor, sehingga beberapa kali kami berhenti untuk berbagi
jalur sembari berceletuk ringan seperti
“awas motor”
Disambung “awas busway”
Hingga “awas kereta”à
bahkan kemudian terdengar suara kereta (yang membuat kami heran dan tertawa
akan kebetulan itu karena kami sendiri tidak tahu darimana sumber suara kereta
itu).
Tidak beberapa
lama, kami mulai lemas sambil menunggu anggota yang masih tertinggal –dari sini
kami tahu bahwa management pembagian
logistik kami masih perlu diperbaiki karena anggota kami yang tertinggal
meskipun bertatoo tapi tetap saja, manusia yang bawaannya melebihi kapasitas
maksimal daya angkut dari berat tubuhnya. Saat saya mencoba mengangkat satu tas
yang dibawa Mas Bamon saja, hanya terangkat beberapa senti (Maafkan kami Mas
Bamon, kalo nggak kami kasi Pa Ce ni, hihi).
Kami berhenti
kembali untuk memperbaiki management
packing dan lebih membagi rata yang diangkut. Kami sendiri sempat bingung
karena masing-masing kami telah membawa secara poll-pollan (semaksimal mungkin) yang kami bisa. Alhamdulillah penduduk
memberikan kami bambu untuk membantu mengangkut beberapa tas. Serta kami merasa
tertegun saat melihat beberapa Bapak paruh baya mengangut kayu gelondongan yang
panjangnya sekitar 2 meter dengan jumlah minimal 3 buah dengan telanjang kaki
menuruni gunung, Subhanallah! Pelajaran untuk bersyukur.
Kejutan Ketiga
Jalan yang
kami lalui sangat beragam, pada pagi hari kami masih bisa menyaksikan pemandangan
yang indah, tetapi kemudian kami mulai memasuki hutan. Perjalanan diwarnai oleh
gelak tawa yang tentunya sangat menguras energi, karena Arif-rekan dari NTB-
sering berkomentar lepas yang membuat kebanyak kami terpikal-pikal (saking
banyaknya kekocakan Arif, saya jd lupa apa saja yang ia komentari). Istirahat pertama kami yang cukup lama
berlangsung untuk jeda shalat Jumat. Tadinya, kami hanya berniat untuk
mencicipi perbekalan berupa jelly, roti dan kue-kue kering, karena memikirkan
kerepotan saat memasak. Akan tetapi mencium aroma mie instan yang dimasak
kelompok lain, kami pun memutuskan untuk memasak. Saat itulah kami mengetahui
ada rekan kami yang ternyata telah siap dan lebih berpengalaman dalam soal
mendaki gunung, namanya Khairul Anwar.
Kejutan Keempat
Kami telah
mendapatkan informasi bahwa pukul 1 siang akan turun hujan. Tepat sekali,
karena terlalu asik merasakan sensasi memasak nasi dan mie instan sebagai lauk
dengan air aliran gunung (perbekalan air kami telah habis di jalan-kami hanya
membawa 4 buah botol air 1,5 liter dan 3 botot air 600 ml) tidak menyadari
bahwa waktu telah menunjukkan pukul 1 siang
tiba-tiba hujan turun, kami yang baru makan beberapa suap dengan 1
piring/mangkuk untuk 3 orang, menjadi tidak konsentrasi makan dan menyelamatkan
tas dan diri dengan mengeluarkan kompi/ponco. Motivasi saya saat itu, jangan
sampai saya sakit dan menyusahkan orang lain, terutama rekan sekelompok.
Kami pun
melanjutkan perjalanan setelah mencuci piring a la kadarnya dengan rasa
khawatir karena pacet mulai pedekate pada
kami. Dari kejauhan terdengan suara
monyet bersahutan, entah menyambut atau justru keberatan dengan kehadiran kami.
Sepanjang perjalanan, instruktur memperkenalkan tanaman yang dapat kami
konsumsi untuk survival belakangan
kami tahu nama tumbuhan itu adalah begonia (kemudian menjadi bahan komentar
Arif selanjutnya), rasanya seperti jambu air/belimbing, cukup untuk menyegarkan
penglihatan.
Beberapa hal yang perlu diperhatikan
sepanjang perjalanan pendakian yaitu agar kita tetap waspada melihat jalan
yang akan kita lalui, maklum saja hutan di gunung penuh kejutan. Menanjak dan
menurun diwarnai dengan batang yang tumbang, akar pepohonan yang membuat
jebakan batman, adapula tumbuhan
berduri, belum lagi penyempitan jalan, jalan yang licin, berbatu, berlumut
dilengkapi dengan hujan. Jangan sampai lupa membawa sepatu yang menunjang,
kompi/ponco, golok, obat-obatan (termasuk anti pacet-selain dengan tembakau
dapat menggunakan antiseptik pembersih tangan atau menggunakan pakaian
tertutup) serta perbekalan yang cukup (alat memasak seperti kompor baik
paraffin, gas atau spirtus dan nesting.
Kejutan Kelima
Saya kira kami akan menemukan
tanah lapang di tempat kami akan menginap selanjutnya, ternyata tidak. Kami
benar-benar perlu membersihkan arena hutan agar kami dapat bermukim. Setelah
memilih tempat yang dirasa nyaman, kami membangun tenda dekat dengan sumber
air. Sementara tanah kian becek. Kami sempat memindahkan lokasi tenda karena
instruktur khawatir akan adanya pohon yang batangnya tersangkut di atas pohon
dekat tenda kami (belakangan Arif menyesal karena telah memindahkan tenda
karena batang pohon itu tidak jatuh -.-). Hujan yang turun kembali membuat kami
kembali harus berada dalam tenda, di situlah saya berkenalan dengan Agam
Imam-seorang pakar Ilmu Politik yang kemudian menceritakan ke-shock-annya akan kegiatan kami ini
karena ia dan beberapa rekan lain menyangka perjalanan yang akan dilaluinya
betul-betul jalan-jalan, bukan pendakian.
Pukul 4 sore kami selesai
membangun tenda. Sumber air yang ada, keruh. Tetapi tidak menghalangi semangat
kami untuk mengkonsumsi air tersebut dan kami menunggu beberapa waktu agar
kotoran dalam air tersebut mengendap kemudian memasaknya, hmm.. saya baru menyadari bahwa memasak air dipegunungan itu tidak
akan melihat bagaimana air mendidih, karena tekanan udara, maka air justru akan
menguap.
Kami bersyukur, hujan berhenti sesaat hingga
kami dapat merapikan dan menyusun peralatan kembali, seperti mencari dan
membakar kayu (pohon damar sangat
berguna untuk memancing pembakaran, terutama getahnya), memasak untuk
malam hari, termasuk menyeduh berbagai jenis minuman instan layaknya di café-karena pilihan yang beragam, mulai
dari susu cokelat, jahe susu, kopi susu jahe, kopi susu, teh, teh tarik, sereal
cokelat dan jahe, cokelat kopi, kopi hitam, kopi creamer (2 merk yang berbeda)à ada lagi yang kurang tidak ya? Hmm.. silahkan mampir ke tenda kami!, hanya saja untuk perempuan jika
terlalu banyak minum masih khawatir jika ingin pipis. Berbekal keyakinan pada
Tuhan Yang Maha Esa, kami mencari lokasi strategis dan aman untuk itu, daripada
kami sakit karena menahannya. Sore itu, nampaknya tidak ada yang mandi, hihi.
Kejutan Keenam
Rupanya, saat mengutakatik kayu,
Mas Bamon-pria bertatoo di tangan dan kaki (mungkin juga ditubuhnya) terkena
ujung pisau semi golok yang saya bawa. Alhasil darah bercucuran, namun Mas
Bamon tetap tegar sambil mengobati dan menunggu medis datang dan membungkus
tangan Mas Bamon dengan pantyliner
(Mas Bamon Sadar tidak ya?). Sambil menunggu malam, kami harus memilih pemimpin
keseluruhan kegiatan kami selama 3 hari ke depan.
Kami
mencalonkan Khairul sebagai kandidat yang kompeten-setelah kami mendengarkan
cerita dari Papi Imam dan merasakan fakta soal sikapnya yang memunggut sampah
di jalan serta kesiap siagaannya. Saya pun mendapat amanah untuk menjadi
jurubicara untuk mengkamapnyekan calon yang kami usung. Kampanye dan pemilihan
pimpinan berlangsung setelah magrib. Rupanya saat kampanye tidak seperti yang
saya bayangkan karena belum selesai bicara, seluruh kandidat dan juru bicara
diharuskan menyelesaikan kampanye mengingat waktu yang terbatas dengan tanah
yang semakin dalam memendam kaki dan alas kaki kami.
Sambil
menunggu giliran voting, kelompok kami menyanyikan lagu-lagu nasional dan
pergerakan dalam mewarnai malam. Hingga kemudian beberapa orang dan kelompok
lain tergerak untuk ikut menyanyikan lagu yang sama atau berbeda untuk mencari
kehangatan dalam arti kiasan dan sebenarnya. Hasil pemilihan menujukkan Khairul
berada dalam peringkat ke-2 dan kemudian dipercaya menjadi koordinator
lingkungan hidup untuk rombongan kami, dan Arif menjadi koordinator keamanan
(hak pemimpin untuk memilih mereka).
Menu makan
malam yaitu tempe goreng, rebusan nasi tentara dengan mie rebus goreng. For sure, its really romantic dan makan sedikit saja kami sudah merasa kenyang
(kecuali Arif mungkin). Sayangnya beberapa di antara kami tidak sempat
mencicipi nasi tentara yang dibawa oleh Idham-calon Diplomat. Selama perjalanan
kami, Idham 5 kali menanyakan hal yang sama kepada saya yaitu
‘apakah saya membawa baterai
cadangan untuk kameranya’, dan saya jawab
‘baterai cadangan saya itu adalah
baterai besar, bukan yang kecil’, tapi
hingga acara hamper selesai, Idham masih
saja menanyakan hal yang sama -.-, untung saya tidak menghadiahinya paying
cantik akan pertanyaannya yang sama itu-.- . Pukul 10malam kami mulai
beristirahat. Dari luar sambil menunggu terlelap saya mendengar suara nyanyain
hewan malam diiringi nada dengkuran rekan tenda sebelah (siapa ayo?).
Kejutan Ketujuh
|
Pak Imam sedang make a wish, Arti Harap2 cemas, hihi |
Air yang kami
endapkan tadi malam cukup untuk kami masak pagi ketiga, lagi-lagi a la café
dengan pilihan favorit kami. Shubuh pada ketinggian 1800 kaki tidak sedingin
yang saya bayangkan, mungkin karena saat hujan tubuh kami telah beradaptasi. Kali
ini kami kedatangan tamu, Mas Bimo (yang kemudian berpindah rombongan pada
siang harinya). Kami menyiapkan sarapan pagi ini yaitu ikan kaleng, kerupuk
Palembang. Tempe tadi malam yang masih lezat dan nasi, menghangatkan diri dekat
dengan kayu bakar, mengeringkan kaus kaki dekat kayu bakar-bahkan kaus kaki
Arif hingga terbakar, ada pula yang
mengganti pakaian (termasuk saya).
Sambil
menunggu masakan matang, kami senam pagi kemudian saling berkenalan. Kompak
sekali, tanpa paksaan dan penuh kesadaran kami melakukannya. Saat berkenalan
itulah kami tahu bahwa Papi Imam berulang tahun, lantas kami menyanyikan lagu happy birthday Pak Imam untuknya
diiringi dengan kehadiran dan doa dari penyelenggara dan rekan-rekan dari
kelompok lain yang kami manfaatkan untuk berfoto (yah, kami akui kami melanggar
peraturan untuk tidak membawa kamera dan siap menanggungnya-khususnya untuk Idham dan Arti, hhe). Kami lebih mengenal satu sama lain, syukur rekan kami
Wulan-yang berprofesi sebagai sekretaris telah pulih dan dapat bergabung dari
keadaan sebelumnya yang tidak fit.
Kami
mengapresiasi juru masak kami yaitu Atik dan Nesti (kalau berbicara dengan
Sehaa sangat cocok karena menggunakan bahasa Arab sesuai dengan kapabilitas dan
background mereka) yang tetap tenang
dikomentari Khairul akan nasi bubur. Serta, adik termuda kami yaitu Mega yang
baru saja menyelesaikan SMA. Berbagai harapan cerita, dan cita-cita kami
tuangkan saat itu dalam nasihat dan doa. Diantaranya yaitu rencana sekolah yang
dibangun Agam, sidang skripsi saya, rencana pendidikan Arti untuk mewujudkan
cita-cita orang tuanya, dan peluncuran mini roket Arif dkk (mas kocak ini
rupanya pakar Fisika, jangan salah booo).
Kalau rencana untuk menjadi Bupati, nanti saat momentum yang tepat
dikeluarkannya ya Mas X.
Kejutan Kedelapan
Setelah
sarapan, kami bergegas packing
suasana sempat heboh karena satu tas tenda kami sempat tersembunyi. Sementara
kami semua sudah memegang senjata-tongkat
ajaib- guna menjadi tumpuan untuk memperlancar perjalanan kami tongkat
ajaib itu disiapkan oleh Mas Bamon, Khairul, dan Arif (yang namanya belum
disebut angkat tangan eeeee!). Seluruh
kelompok dikumpulkan untuk mendapatkan materi soal jungle survival terutama makanan yang dapat kami makan. Sebelumnya,
kami saling pijat memijat- ini juga momen yang sangat membuat kami senang dan
tidak pegal.
Diantaranya tumbuhan yang dapat kami makan yaitu
begonia, pucuk daun reni, buah arbei, batang dalam pohon pisang hutan dan
palem, daun pohpohan serta beberapa tips mencari makanan dI hutan. Berdasarkan
survei terhadap teman sekelompok yang saya lakukan, tanaman yang paling banyak fans yaitu begonia tetapi perlu dicatat bahwa Adit satu-satunya yang menyebut
tanaman itu dengan “bego-nian” -.-.
Biasanya tumbuhan yang dapat
dimakan itu berbulu, tidak memiliki warna yang mencolok. Dalam menguji tumbuhan
berbahaya bagi tubuh atau tidak dapat dilakukan dengan menumbuknya dan
mengoleskan pada tangan sebentar, jika terjadi gatal atau panas, maka jangan
dimakan!
Selain itu,
untuk mencari air di hutan, dapat dilakukan dengan mencari akar julur (yang
sering digunakan tarzan untuk menggantung atau membuat kolam kecil yang dapat
diisi air embun. Secara ekstrim jika jauh dari sumber air, dapat menggunakan
pembalut perempuan yang ditaruh semalaman). Adapula beberapa tanaman yang dapat
dimakan tetapi perlu dimasak dengan garam terlebih dahulu, diantaranya yaitu
jantung pisang dan pisang hutan (siap-siap rebutan dengan monyet ya). Selama
materi berlangsung, Arif mengomentari kekhawatirannya akan sakit perut terhadap
peserta dari kelompok lain yang setiap instruktur bagikan sampel tumbuhan, ia
selalu mencoba makan. Tapi setelah mendengarkan bahwa salah satu cara untuk
menetralisir zat-zat dari tumbuhan itu setidaknya dengan memakan 5 jenis
tanaman, Arif pun diam.
Kejutan Kesembilan
Makan siang
kami harus menggunakan tumbuhan yang kami temukan sepanjang perjalanan. Kami
menemukan begonia, pucuk reni, pakis, dalam pelepah pisang (rasanya seperti
kelapa muda) dan palem. Begonia habis disantap sebelum dimasak. Kami mulai
perjalanan menuruni track yang sama
sampai hutan tempat kami istirahat Jumat, kami berbelok ke arah lain. Turunan
yang cukup curam, ditandai dengan tali untuk berpegangan yang sepertinya telah
disiapkan bukan hanya untuk perjalanan kami ini.
Beberapa kali
kami harus mengantri karena jalur yang hanya dapat dilalui satu persatu, sambil
menunggu, kami bernyanyi dan beradu lagu sedang
apa sedang apa sekarang. Jalanan semakin basah, bukan karena hujan tapi
karena kami akan melalui sungai. Saat itulah saya terlalu senang, hingga tidak
sadar kembali sobeknya celana parasut-satu lapis celana panjang yang saya
gunakan- beruntung saya masih menggunakan celana pendek, meskipun tetap saja,
rupanya lintah berhasil menyusup di belakang lutut kanan saya. Sesampainya di
atas, setelah melewati jembatan dan menanjak mengikuti sumber arus air saya mengganti celana-ditolong oleh Wulan,
sayangnya saya hanya melihat ke depan, niat ganti celana itu untuk mencegah
lintah tetapi saya tetap tidak sadar kesuksesan lintah itu meskipun saya agak
merasakan sedikit sakit kaki kanan yang saya anggap biasa-biasa saja.
Kejutan Kesepuluh
|
Di sinilah ditemukan terminologi PaCe' |
Saya menemani chef Khairul dan Arti memasak makan
siang tumis tumbuhan hutan dan mie rebus goreng, sebelumnya mereka telah
membuatkan teh manis hangat untuk kami. Tentu dalam perjalanan meskipun Pak
Imam berstatus sebagai peserta, tetapi nasihatnya sangat membantu kami. Tidak
dapat disangkal bahwa perbekalan yang kami temukan tidak mampu mengisi tenaga
jika hanya mengandalkan tanaman hutan, hingga kami memutuskan untuk mengkombinasikan
masakan. Sementara Arif dan Agam mencari kayu bakar, Mas Bamon mulai menghadapi
permasalahan karena kami semua mengetahui ia takut terhadap Pacet dan Mas Bamon
membuat terminologi Pacet sebagai Pa ce’.
Alhasil, setiap kami memiliki kesempatan maka Mas Bamon akan kami kejutkan
dengan itu, hihi Mas Bamon bahkan diminta Arif untuk menghapus tattoo-nya.
|
This is it,the most delicious noodle ever |
Insiden kecil terjadi, karena
tergoda untuk mencicipi the most delicious
forest noodle ever itu, kami lupa bahwa Arif dan Idham sedang mengambil air,
sehingga mie rebus goreng dimasak kembali, tapi tidak sebagai the
most delicious forest noodle.
Lalu kami mendapatkan materi soal
bivak, dan membuat simulasi bivak.Lucunya karena bivak yang kami buat sangat
imut dan kami ingin segera menyelesaikan saat itu, maka kami berjongkok
seluruhnya masuk ke dalam bivak yang kami buat, dan meyakinkan pada instruktur
bahwa bivak tersebut cukup untuk menampung kami, hihi. After that, kami terlibat dalam permainan yang sangat
membuat lapar (kata Arif), padahal hanya
menurunkan tiang tenda saja-.-. Perjalanan pun kami lanjutkan.
Kejutan Kesebelas
Jalan yang
kami lalui berbatu, tadinya menurun kemudian menanjak, nyayian pun berlalu
dalam tempo patah-patah dan melambat. Rupanya banyak orang yang berwisata ke
lokasi yang kami daki, dan meskipun curiga bahwa kami sedang dibawa
berputar-putar, tapi kami menikmati itu. Apa yang kami lakukan itu bukanlah traveling, tetapi hiking menyelamatkan hal yang kecil, dimulai dari diri sendiri
untuk menyelamatkan Indonesia (cieee, oke
cynn lanjut lagi boo). Hingga
saya merasa familiar dengan tempat kami berkemah selanjutnya, yap, saya pernah
ke sana sebelumnya. Tetapi tidak dengan perjalanan serumit ini. Saat saya ingin
melepaskan celana, sementara rekan-rekan lain sibuk membangun tenda saya
terkejut melihat darah dan bertanya dalam hati, apakah saya haid?
Teriakan saya
membuat Agam, Arif dan Khairul menghampiri untuk melihat, tetapi karena tidak
ada apa-apa pada bagian yang saya mohon bantuan pada mereka unuk mengatasi,
mereka kembali bekerja. Rupanya saya penasaran dan benar, bulatan cantik jejak
lintah menghiasi kaki saya (lebai sih,
tapi wajar mas Bamon takut karena kekenyalan lintah/Pacet itu sungguh
menggelikan dan mereka sangat setia untuk menghisap darah hingga sulit
dilepaskan tepi kembali soal sugesti setelah itu saya mulai demam).
|
Kornet, mis goreng dan abon |
Atas saran
medis dan Wulan, saya segera menuju kamar mandi-tetapi tidak jadi mandi karena khawatir
tubuh akan semakin melemah tapi saya hanya mengganti pakaian dan sedikit
membersihkan celana-agar tidak terkesan tembus, hha. Makan malam dilakukan dengan romantis kembali di atas daun
pisah yang dibuat berderet dengan kelompok lain. Setelah makan kornet, mie goreng dan abon, kami
bercengkrama mengelilingi api di depan tenda, hmm kami menyanyikan lebih dari 30 lagu-kebanyakan sih Reff nya saja
yang kami tahu. Rupanya suara2 hati dan suara tim ini tidak kalah dibandingkan
artis Ibu Kota, sampai Arif mempromosikan album kami dapat dibeli di tempat
sampah terdekat-.-/.
Lagu-lagu yang
kami nyanyikan plus sosok Papi Imam
memancing beberapa penyelenggara singgah dan ikut bernyanyi di tempat kami.
Hingga panita mengumumkan batas waktu pasangan calon pemimpin dan pemimpin
daerah untuk keseluruhan kegiatan kami selama enam bulan ke depan. Yup, proses
politik terjadi, saya yang sebelumnya merasakan demam terpanggil untuk tidak
melewatkan proses ini, kami mengusung Idham sebagai pemimpin bergabung dengan
calon dari kelompok lain dan dukungan
dari 3 orang anggota kelompok lain.
Perdebatan
akademis terjadi, membuat suasana dinamis, terlebih provokasi di mana-mana. Hasil
keputusan bersama menjadi konsekuensi untuk diterima dan menjadi tanggungjawab
bagi yang mendapat kepercayaan. Ya, koalisi kami berada pada peringkat ke-dua, but that’s great enough and unpredictable result. Kita memang suka
berkata pedas (bukan hanya masakan pedas) mungkin karena itulah dikatakan
mulutmu adalah hatrimaumu (Alhamdulillah kami tidak berpapapasan dengan harimau
di sana). Pada intinya malam itu saya ingin sekali tidur di tenda, apa mau
dikata solo camp tetap berlangsung meninggalkan
tenda yang telah kami buat.
Kejutan Keduabelas
Mengingat
keadaan, saya menyampaikan ketidak fit-an saya pada panitia dan keinginan saya
untuk tetap ikut solo camp, syukur
mereka memperhatikan walaupun sleeping
bag tidak ada. Dengan pakaian, kaus kaki, dan matras saya berbaring
semalaman dan hanya pulas sesaat itu pun mimpi akan kelompok kami yang sedang
memasak. Rupanya pada malam hari ada yang menyelimuti saya dengan kain sarung.
Syukur lagi
demam saya menurun, kami kembali memasak menu pagi itu ikan kaleng, abon lele,
keripik kentang dan nasi dengan alas daun pisang yang kami cari-sambil bernarsis ria-. Agam mebantu saya
menjadi perantara logistik, Idham dan
Mas Bomon menjadi kuncen kayu bakar. Pak Imam membuatkan puisi untuk kami, behhh kerenn puisinya. Minuman masih
lengkap kami rasakan ala café, hanya Adit, Khairul, Mega dan Atik sedang
bermimpi mengurangi lelah tadi malam sehingga membuat minuman susulan.
Kejutan Ketigabelas
Perjalanan
kembali dilanjutkan, bukan hanya berjalan tetapi juga mentafakuri alam. Puncaknya
kami berhadapan dengan danau bentukan ribuan tahun lalu, dan kami pun riang
apalagi ditraktir Pak Imam makan cilok (aci dicolok) sampai memanggil tukang dan
panggulannya. Hihi, dengan rela bin ikhlas Anti, Arif, Mega dan beberapa
teman (siapa yang patungan n belum
disebut angkat tangan) melakukan swadaya untuk membeli souvenir atas ide Khairul, awalnya saya tidak tertarik karena
berasumsi souvenir gelang dll hanya akan saya hilangkan (padahal uang saya
dititip ke panitia, hhe). Sementra Agam bahagia sekali dapat menemukan penjual
rokok dan membeli sebungkus rokok. Saya dan Khairul (dengan bahasa Sunda)
menawar souvenir kami-meskipun ada kejadian uang yang kurang padahal kami telah
meminta bonus, Akang yang mempromosikan cangkang asli gunung gede dan gunung
Lampung itu baik hati memberikan bonus dagangannya pada kami.
Kemudian, Adit
mengumpulkan kami untuk mengerahkan tim perenang maka Idham, Mas Bamon,
Khairul, dan Arif yang turun membuat rakit dan mengarungi samudera (alias
danau) untuk menyelamatkan harta kami (lebai
dikit). Selebihnya membantu mendirikan tiang bendera. Rupanya Adit merasa
bersalah hingga ia melamun sepanjang kegiatan (tadinya saya mengira ia rindu
kekasihnya di Palembang, ternyata merasa tidak enak karena kami terkena teguran
instruktur saat berfoto dan tidak membantu tim bendera).
Tim bendera
sudah cukup banyak, setelah membantu seadanya dengan ide yang belum diterima
dan kerena koordinasi yang overlap dengan
banyaknya orang maka saya memutuskan untuk berteduh dengan Sehaa, dan Mega lalu
membeli manisan kedondong. Arti dan Nesti sedang latihan paduan suara persiapan
upacara. Lalu saya berkeliling-keliling saja, sambil mengganti baterai kamera
yang Idham titipkan. Tetapi selama dititipkan itu saya tidak sempat mengambil
gambar apapun. dan melihat tim rakit telah selesai saya mendengar instruktur berkata
bahwa mereka tidak dapat berjalan sebelum tiang bendera selesai dibuat, saya
sampaikan itu hingga penyelenggara memberikan batas waktu kepada tim bendera.
Sepintas, seorang isntruktur
menghampiri saya sembari mengatakan
“ide mbak tadi boleh juga
dipakai”, seingat saya saat menyusun bendera pengalaman sebelumnya, cara yang
digunakan itu tidak langsung mengankat seluruh tiang, segera saya sampaikan dan
presentasikan ke hadapan rekan-rekan.
Jujur, saat itu saya khawatir diprovokasi agar
pekerjaan semakin lama dengan ide yang dibandingkan dengan ide Mas Y, apalagi
Pak Imam saat itu membuat saya merasa didukung, sekaligus tidak percaya diri
karena ide saya dianggap tidak masuk akal hingga manisan kedondong yang rencananya
ingin saya nikmati jadi tersisihkan-.-.
Saya mencoba mengingat proses penaikan bendera yg saya dapatkan
sebelumnya, Alhamdulillah rekan2 mempercayai hingga tiang dapat berdiri.
Bocoran bahwa tiang bendera dari kayu rotan dapat berdiri dengan mendirikan
dari bawah. Tidak sekaligus tiang disatukan tetapi perlahan-lahan dan ada tim
yang mengatur keseimbangan bendera dengan tali yang diikat dengan sudut sama
rata.
Kejutan Keempat belas
Kami disirami
air oleh penyelenggara, dalam misi penyelamatan, hmm. Upacara penutupan berlangsung kurang hidmat karena beberapa
kekocakan yang terjadi. Pelajaran lain yang didapatkan yakni bayangkan saja
melihat pohon aren yang buahnya-kulangkaling
kita santap saat Ramadhan telah menjadi kolak nan lezat, kita hanya
perlu membayar beberapa ribu rupiah saja (Khairul 2012), so please habiskan makananmu kawan kalau tidak, kita berdosa karena
mereka makhluk Tuhan (Bamon, 2012). Betapa Tuhan tidak sia-sia dalam
menciptakan, apapun itu, Pa ce sekalipun! Tidak ada yang luput dari pedekate
pacet saat itu, setidaknya kami tahu rasanya berkenalan dengan mereka, yiay! Pacet
dan lintah menghisap darah kotor dan mereka memiliki sistem yang hati-hati bin bertanggung
jawab saat membuka dan menutup daerah hisapan serta memberikan anti racunnya,
subhanallah!
Last, jangan pernah sia-siakan
kesempatan untuk membangun networking,
dengan siapapun itu dan kenanglah sebagai pengalaman dan perjalanan yang
menyentuh! overall we were getting tired
as getting happy. There ll always a touching story of a jouney which made us in love, with those experiences!