Jakarta
2-3 Agustus 2017
Auditorium
Manggala Wanabakti
Kementerian
Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK)
Catatan
oleh:
Syir
Asih Amanati (Rabu, 2 Agustus 2017)
Efrial
Ruliandi (Kamis, 3 Agustus 2017)
Mewakili
Greeneration Foundation
Selengkapnya
materi terdapat dalam tautan berikut:
- Kebijakan Menteri LHK, Materi Rakernas 2017 : https://drive.google.com/file/d/0B3iBo8knJdOiLW9IVTdyVG14MHM/view
- Materi Rakernas 2017 :
Resume
Rabu,
2 Agustus 2017
Narasumber
1 : Menkopolhukam, Bapak Wiranto
Perlu
perubahan metode dengan pendekatan kekinian untuk menjaga Kedaulatan
Sumber Kekayaan Alam (SKA). Jika melihat pada sejarah, terjadi
penumpukan di Pulau Jawa mengapa? Karena saat Indonesia mendirikan
tentara belum memiliki modal, yang paling mudah adalah dengan
mengakuisisi milik Belanda yang notabene menguasasi rel-rel di Jawa
hingga ke Banyuwangi. Rekomendasinya perlu ada relokasi pasukan yang
didukung oleh infrastruktur.
Kondisi
hutang Indonesia saat ini untuk mencicil hutang-hutang terdahulu,
indeks Indonesia dari kacamata survei internasional (yang netral dari
pemerintah) baik.
Resepnya
STMJ
S
– Sadar : jabatan titipan Allah SWT dan mandat rakyat
T
– Tahu Tugasnya : Tahu TUPOKSI, masalahnya dan solusinya
M
– Mau ambil risiko sebagai problem solver
J
– Jujur pada Tuhan (paling berat), atasan dan diri sendiri
**
Narasumber
2 : Menko Bidang Perekonomian, Bapak Darmin Nasution
Data
dan fakta menunjukkan bahwa Indonesia memiliki kekayaan alam yang
besar, misalnya hutan terluas di dunia dengan segala potensinya.
Posisi Indonesia yang memiliki pantai kedua terpanjang setelah Canada
juga berada di ring
of fire.
Sejak
tahun 1973 trend sawit sudah ada, sehingga kondisi saat ini hutan
sudah rusak dan sulit ditanami. Malaysia sukses kembangkan sawit
karena melihat Indonesia melakukan transmigrasi. Kondisi saat ini
kebijakan ekonomi kita harus memilih yang kurang buruk di antara yang
buruk-buruk. Perlu dicari tanaman yang menguntungkan.
Persebaran
penduduk saat ini 256juta jiwa 57%nya berada di Pulau Jawa.
Ketimpangan
yang ada (tanah, pendidikan, penguasaan lahan, ketidak adilan tenaga
kerja dan kesempatan) perlu distrategikan dengan menyeimbangkan
antara equality dengan equity (modal: tanah, pendidikan). Perlu
transmigrasi dengan cluster
sebagai
bagian dari reformasi agraria, pastikan bibit/benih bercocok tanam
dan beternak yang bagus dan pengelolaan pasca panen yang
terintegrasi. Perlu adanya review
tiap beberapa tahun, jangan terlalu lama 35tahun seperti yang
sudah-sudah.
**
Narasumber
3 : Menko Bidang Kemaritiman, Bapak Luhut Binsar Pandjaitan
Untuk
menuju Sabang dari Merauke memerlukan waktu 8 jam, melebihi jarak ke
Jepang, ini menunjukkan betapa luasnya negara Indonesia. Investment
grade dalam 21 tahun terakhir meningkat. Indeks keperayaan konsumen
tertinggi sejak 12 tahun terakhir, harga-harga tidak banyak bergeser
contohnya saat Ramadhan kemarin, kepercayaan sempat menurun saat
subsidi BBM turun namun sudah kembali lagi.
BPS
diundang ke KemenkoBid Kemaritiman hari ini dan menyatakan bahwa baru
8% dari potensi yang ada di Indonesia yang telah diolah. Perlu adanya
inovasi-inovasi yang menghasilkan efisiensi misalnya proyek LRT yang
bisa hemat hingga 6 Triliyun. Kita bisa mengembangkan yang ada dari
dalam negeri libatkan anak-anak muda, jangan jadi pasar luar negeri
saja dan tidak dijajah.
3
Besar prioritas pariwisata Kawasan Strategis Pariwisata Nasional
(KSPN): Borobudur, Mandalika dan Toba.
Usaha
efisiensi BBM, tidak bisa terasa dalam 2 tahun, namun 30 tahun baru
terasa dampaknya, konsumsi BBM menurun 190M/tahun.
Layer-layer
yang tidak perlu dipotong saja, contohnya Biaya cruise lebih tinggi
daripada Singapura yang dapat dari 1 pelabuhan saja dapat 10 juta
penumpang. Kita yang memiliki banyak pelabuhan hanya dapat 10% dari
target, 200.000 orang.
Tol
laut membuat peredaran barang tidak harus ke Jawa dahulu.
Proses
pengambilan keputusan sangat penting, jangan berbelit-belit. Jika ada
aturan yang menghambat, misalnya tinggal Kementerian selama masih
bisa menjaga kualitas dan kepentingan bangsa terwujud tidak apa-apa
diganti.
Pastikan
semua bekerja dalam tim seara profesional, baik di institusi internal
maupun antar lembaga, pastikan kejujuran dalam pengambilan keputusan
**
Narasumber
4 : Menko Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan, Ibu Puan
Maharani
Fokus
5 Revolusi mental:
a.
Indonesia Melayani
b.
Indonesia Tertib
c.
Indonesia Mandiri
d.
Indonesia Bersih
e.
Indonesia Bersatu
Bidang
lingkungan, Indonesia Bersih. Pengalaman saat meninjau lokasi batas
air tenang dan laut itu plastik, meski sudah dibersihkan akan datang
lagi.
Hutan
Papua dan Sumatera sudah masuk dalam endanger
list.
Bunaken belum ada solusi siapa yang mengurus Provinsi/Kota/KLHK,
semua merasa mengurusi tapi tidak ada yang mengurusi tidak bisa
dilihat lagi keindahan di dalamnya dalam 15 menit awal.
Siapa
yang mengurusi laut dan hutan kita wewenangnya belum ada keputusan.
Kemenko perlu mengkaitkan dan mensinkronisasikan.
Sebenarnya
banyak riset-riset dari kita yang menarik tapi belum terdengar
seperti kebakaran hutan dan penggunaan kapas basah, riset dampak
kebakaran hutan pada ISPA & ISPU dengan mesin di motor yang
disambung dengan air, tapi tidak muncul.
Solusi
rakernas ini harus lebih konkrit
**
Narasumber
5 : Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Ibu Siti Nurbaya
Banjir
di Subang, Bima, Limboto, Garut bersumber di hulu, kondisinya
pengrusakan manusia dengan alam balap-balapan.
Masalah
terjadi di lahan tradisional di bawah 2 ha. Sampah, sumber daya air,
juga balap-balapan dengan bencana.
Usaha
menjaga SDA = menjaga kedaulatan, kabinet kali ini mengetengahkan isu
perubahan iklim. Berbahaya jika memiliki cara pandang “Lebih baik
kita pakai SDA duluan sebelum ada yang pakai lagi”.
Di
satu sisi kita punya absolute
advantage
yakni endemic
species
dan eco
spatial,
di sisi lain perlu diseimbangkan juga dengan competitive advantage.
**
Narasumber
6 : Ketua Kaukus Ekonomi Hijau DPR RI, Wakil Ketuan Komisi VII, Bapak
Satya W. Yuda
Ada
forum diskusi antara parlemen dengan para pemangku kepentingan dalam
dan luar negeri
Eenrgi
baru dan terbarukan perlu yang sustainable memang pasti akan ada yang
dikorbankan sebagian. Tidak hanya memperhitungkan aspek kwh saja tapi
juga dampak ekologisnya.
**
**
Narasumber
7 : Ketua Wanrah Perubahan Iklim, Bapak Sarwono Kusumaatmadja (Mantan
Menteri Lingkungan Hidup)
Kelemahan
Paris Agreement yaitu banyak yang ikut jadi sulit terukur. Dunia
sudah pada kenaikan 3 derajat celcius bukan lagi 2 derajat celcius.
Terjadi kemunduran dengan posisi Presiden AS, Donald Trump yang tidak
percaya akan perubahan iklim.
Opsi
yang dapat kita lakukan: competitive
advantage low carbon economy
dan inovasi
**
Narasumber
8 : Gubernur LEMHANNAS, Bapak Agus Widjojo
Kedaulatan
Sumber Kekayaan Alam (SKA), Ketahanan Nasional dan Climate Resilience
mencakup pangan, energi, lingkungan, konservasi dan air.
Di
satu sisi kita mengalami peningkatan jumlah penduduk, peningkatan
konsumsi per kapita, peningkatan dampak teknologi. Di sisi lain kita
perlu memikirkan bagaimana aagar sejahtera dan berkelanjutan untuk
jangka panjang.
Resilience/Ketahanan:
ability
to prevent
Pasal
33 UU 1945 – UN Harter 1803, kedaulatan. Perlu adanya divesrifikasi
dan tidak tergantung dengan negara lain
**
Sesi
tanya jawab
UI :
PR untuk membuat teknologi yang berorientasi hutam produktif dan
lindung. Perlu alternatif yang menggantikan padi karena perluasannya
dibakar, misalnya dengan biji nangka jadi teme, dari sukun dan duren.
Agro forestry ditambah dengan ekonomi. Absolute advantage perlu
dipertahankan, misalnya kayu cendana, sapi bali (kelesterol rendah),
kopi gayo di gunung Sinabunng.
DLH
Riau: masalah deret eksponensial, solusi deret ukur. Keterbatasan SDM
dan ancaman nyawa, anggaran juga sangat dibutuhkan untuk pengawasan
dan penegakkan hukum, karena keusilan oknum-oknum dan korporasi.
-
Kamis,
3 Agustus 2017
Disarikan
dari narasumber-narasumber: Bappenas, Kementerian Keuangan,
Kementerian Dalam Negeri, Kabareskrim POLRI, Kementerian ESDM,
Kementerian BUMN, Komisi IV DPR RI, Ketua DKN, Sekjend KLHK, TNI dan
Dirjen PPI dan Biro Umum
Pengelolaan
sumber kekayaan alam dalam kaitan dengan ketahanan nasional diarahkan
untuk senantiasa menyediakan pilihan-pilihan dalam pemanfaatan
sumberdaya alam, menciptakan mata rantai nilai dan meningkatkannya
sebagai nilai tambah yang tidak melebihi daya dukung. Hal ini akan
mendorong keberlanjutan pemanfaatan atas kekayaan alam bagi
masyarakat.
Kecepatan
pemulihan ekosistem dan sumberdaya alam Indonesia tidak bisa
dilakukan secepat tingkat eksploitasi yang dilakukan akibat adanya
kebutuhan sebagai konsekuensi pertambahan jumlah penduduk.
Eksploitasi yang berlebihan dipastikan mengganggu kestabilan
lingkungan yang mengakibatkan perubahan tatanan perikehidupan
masyarakat utamanya terhadap ketahanan pangan, ketahanan energi.
Ada
dukungan dan pengawasan dari legislatif untuk anggaran negara hijau
(green
finance)
yang sinergis antar kementerian/lembaga. Perlu memahami indikator NDC
agar implementatif pada segala lapisan masyarakat secara lebih mudah
baik pada sektor energi, pertanian, limbah dan kehutanan serta
mendukung implementasi circular
economy
sebagai pendukung NDC.
Peran
legislatif terkait dengan perubahan iklim untuk kesejahteraan
masyarakat adalah bersama-sama dengan pemerintah untuk berkolaborasi
menciptakan berbagai inisiasi legislasi agar memiliki daya ikat
(legally
binding).
Di Indonesia, anggaran hijau (green
finance)
belum merupakan basis penyusunan anggaran negara, masih bersifat
sektoral pada tiap kementerian/lembaga. Terkait dengan pemanasaan
global, harus dianggap sebagai krisis nyata dan harus dihitung
implikasi sosial ekologis bagi Indonesia. Perlu payung hukum untuk
merubah NDC ke dalam aksi nyata untuk memenuhi target.
Kesepakatan
Paris diterjemahkan dalam NDC yang meliputi sektor energi, sampah,
industri, pertanian dan kehutanan. Upaya dilakukan melalui adaptasi
dan mitigasi dengan inovasi yang kompetitif advantage
dan bukan komparatif. (Pada hal tertentu absolute
advantage).
Persoalan
lingkungan hidup dan kehutanan berakar dari kondisi tapak sebagai
barang milik publik yang menyentuh hamper seluruh sendi kehidupan
seluruh rakyat. Mengelola kompleksitas ekosistem yang dinamis seperti
menjaga peradaban di setiap tapaknya. Perlu kehati-hatian agar
kejadian kebakaran hutan dan lahan, banjir, tanah longsor serta
bencana ekologis lainnya tidak terulang. Pemanfaatan sumberdaya alam
perlu diikuti dengan peningkatan kesejahteraan rakyat. Kebijakan
diarahkan untuk meningkatkan kemakmuran rakyat secara berkelanjutan,
dimulai dengan menata ulang alokasi hutan (termasuk aksi-aksi
perhutanan sosial yang memperluas akses lahan, kesempatan dan SDM
sebagai upaya peningkatan keberpihakan kepada masyarakat),
memperbaiki tata kelola kehutanan (perijinan satu pintu), tata kelola
gambut untuk merestorasi gambut, pengendalian pencemaran dan
kerusakan lingkungan, peningkatan pemanfaatan dalam kaitan dengan
pengendalian perubahan iklim, dan peningkatan kesadaran lingkungan.
Kekuatan
dan keunggulan letak geografis Indonesia bertumpu pada 17.500 pulau,
54.000 km garis pantai, 300 suku dan 700 bahasa. Secara geografis,
Indonesia hadir sebagai poros maritim dunia sebagai jalur distribusi
logistik dunia dan ring
of fire
yang dapat dimanfaatkan untuk menopang ketahanan energi dan
lain-lain. Pembangunan kemaritiman perlu memperhatikan
langkah-langkah yang efektif didasarkan pada inovasi yang mempunyai
nilai tambah. Upaya pemerintah untuk memperkuat posisi geografis
tersebut melalui pembangunan infrastruktur pelabuhan, TOL Laut, dan
pemanfaatan SDA/panas bumi melalui instrument green
economy
dengan tujuan memastikan keberlanjutan, meminimalkan kesenjangan
wilayah (gini
ratio)
dan meningkatkan daya saing ekonomi. Dalam konteks internasional
peringkat daya saing, indeks kesenjangan daerah/gini
ratio
membaik, untuk itu ada kebutuhan bekerja secara holistik dan team
work untuk mengendalikan kerusakan lingkungan akibat adanya perubahan
iklim.
Hutan
dapat dijadikan sebagai model pembangunan ekonomi yang
mensejahterakan rakyat dengan beberapa indikator konkret seperti
entitas Kartu Indonesia Sehat
(KIS)
dan lain-lain. Penyelesaian berbagai permasalahan urusan lingkungan
hidup dan kehutanan harus diselesaikan secara bersama-sama
(gotong-royong) sehingga perlu sinergi antara pusat dan daerah dalam
bingkai NKRI agar masalah-masalah kehutanan dan lingkungan hidup
dapat teratasi melalui solusi yang kongkret. Misalnya melalui tata
kelola perijinan, tata kelola gambut, pola bersama penanganan
kebakaran hutan ditingkat daerah yang melibatkan masyarakat/para
pelaku usaha ekonomi dan pemerintah daerah serta pola penanganan
pengelolaan sampah yang juga dapat dimanfaatkan untuk menopang
ketahanan energi dan pembangunan.
Persoalan
lingkungan, seperti pengelolaan sampah dan kebakaran hutan dan lahan,
persoalan bangsa yang membutuhkan upaya bersama dan kolektif.
Semangat yang dibangun dilandasi sebagai suatu gerakan yang merubah
cara berpikir dan cara bertindak secara revolusioner yang dilakukan
secara bersama (team
work)
oleh komponen bangsa baik pusat maupun daerah.
Salah
satu upaya mengatasi ketimpangan lahan hendak diselesaikan dengan
program reforma agraria legalisasi aset seluas 4,5 juta ha,
redistribusi tanah seluas 4,5 juta ha (di dalamnya termasuk pelepasan
kawasan hutan seluas 4,1 juta ha), dan legalitas akses kelola seluas
12,7 juta ha. Solusi ini dibarengi dengan perluasan kesempatan dan
peningkatan SDM untuk menciptakan inovasi teknologi rehabilitasi
hutan yang bernilai tinggi dengan valuasi ekonomi yang kompetitif
jika dibandingkan dengan komoditas perkebunan/pertanian. Dalam kaitan
ini, maka perlu ada dukungan aktualisasi revolusi mental dalam tata
kelola kehutanan dan lingkungan, bukan hanya pada tataran konsep.
Dalam kaitan itu semua tata kelola hutan sudah perlu di dalami lebih
lanjut sebagai bagian atasi kesenjangan melalui ekonomi berkeadilan
dengan elemen lahan, peluang usaha dan pelatihan.
Tantangan
pembangunan ekonomi berkeadilan adalah adanya ketimpangan terhadap
akses lahan, kesempatan memanfaatkan SDA oleh komponen bangsa baik
pemerintah/swasta yang dijelaskan dalam informasi land
holding
per kepala keluarga. Belum adanya kesepahaman pemanfaatan lahan yang
mempertimbangkan aspek ekonomi, sosial dan lingkungan menyebabkan
orientasi lebih bertumpu pada nilai ekonomi yang menyebabkan
banyaknya konversi hutan menjadi peruntukan lain.
Untuk
itu semua, para pihak perlu menerapkan STMJ (sadar, tahu, mengerti
dan jujur) untuk melaksanakan cita-cita bersama.
Kebijakan
membangun dari pinggiran dengan memajukan pengelolaan hutan
berkelanjutan yang berkeadilan, dengan pendekatan holistik dan
terintegrasi serta mempertimbangkan inovasi-inovasi solutif di bidang
regulasi dan adi praktis diharapkan dapat mendorong kesejahteraan
rakyat secara berkelanjutan dan mengatasi lingkungan yang berubah.
Solusi ini dapat memastikan keberlanjutan pengelolaan SDA dan
menurunkan potensi konflik di tingkat masyarakat. Langkah ini tidak
bisa dilakukan hanya oleh satu sektor, namun harus menjadi aksi
bersama/kolektif seluruh elemen bangsa.
Dalam
konteks rapat kerja ini, maka negara di beberapa pulau merupakan
hutan yang perlu dikelola dengan memperhatikan aspek ekologi,
mengakomodir dinamika sosial
di tingkat masyarakat sekaligus mengatasi kesenjangan antar wilayah
sedemikian rupa sehingga mampu mendorong pemenuhan tujuan pembangunan
ekonomi dan sosial. Ini juga merupakan unsur ketahanan wilayah dalam
menjaga kedaulatan sumber kekayaan alam Indonesia. Masalah-masalah
terkait dengan kebakaran hutan dan keamanan hayati adalah contoh
betapa kedaulatan alam terkait dengan kedaulatan negara.